Kisah yang betul-betul nyata ini aku
alami kira-kira pada tahun 1996, ketika aku masih umur 16 tahun dan aku masih
duduk di kelas 3 SMP di kotaku. Waktu itu aku sudah bergabung dengan salah satu
klub senam yang memang menjadi salah satu olahraga favorit anak-anak seusiaku,
selain sepak bola dan bulu tangkis tentunya. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku
dimasukkan ke klub senam, kok bukan yang lainnya, karena aku masuk bukan karena
kehendakku tapi kehendakorangtua dan aku sendiri tidak bisa menentang dan membantah,
karena disamping aku harus patuh sama orangtua dan lagian aku tahu kalau setiap
orangtua pasti memilih yang terbaik untuk putranya.
Tiap hari sehabis pulang sekolah aku
musti latihan dengan baik dan giat, karena kalau tidak latihan satu hari saja,
maka orangtuaku pasti mendanpratku habis-habisan dan besoknya aku pasti
mendapat hukuman dari pelatihku. Mulai disuruh push up, set up, scot jump dan
lain-lain. Tapi hasil didikan yang begitu keras dan melelahkan itu cukup bagus,
terbukti kami selalu dikirim ke kejuaraan baik tingkat desa, kecamatan atau
kabupaten bahkan tingkat propinsi pun pernah kami rasakan. Dan itu semua tidak
lepas dari sistem pembinaan di tubuh klub yang aku tempati.
Bayangkan saja tiap kelompok (1
kelompok terdiri dari 10 anak) mempunyai 1 palatih yang tentunya sangat
profesional dan tidak diragukan lagi kemampuannya. Dan aku pun beserta 9 anak
lainnya, juga dilatih oleh seorang pelatih yang profesional. Om Ferdy begitu
biasanya dia di panggil. Sedangkan nama lengkapnya **** (edited). Dia seorang
laki yang kira-kira umur 32 tahun, bertubuh tinggi tegap, agak gempal, berbulu
lebat baik di dada, tangan dan ketiaknya. Walaupun wajahnya biasa-biasa saja
tapi tidak mengurangi ke-macho-an dan keperkasaannya. Apalagi tatapan mata dan
senyumnya, aku yakin dapat meruntuhkan semua gadis-gadis di dunia ini. Walaupun
dia agak dingin tapi hatinya baik dan sopan sekali. Malah kadang-kadang dia
suka humor. Karenanya banyak anak-anak yang ingin dilatihnya. Mungkin karena
dia teman dekat ayahku sehingga aku sangat beruntung dilatih oleh Om Ferdy.
Seorang pelatih tampan, gagah, macho dan profesional tentunya. Pada mulanya aku
tidak menghiraukan semua itu. Biar dia macho kek, tampan kek aku tidak perduli,
toh dia laki-laki aku pun laki-laki memang mau apa pikirku kala itu. Mungkin
karena faktor usiaku yang masih anak-anak dan belum mengenal dunia yang
macam-macam, hingga aku tidak tertarik sedikitpun padanya.
Akhirnya aku hanya berlatih,
berlatih dan berlatih. Dan Om Ferdy aku anggap sebagai ayahku sendiri, karena
dia begitu sayang dan perhatian padaku ketimbang pada yang lainnya. Waktuitu
aku tidak mengerti kenapa dia seolah-olah menganak-emaskan aku dan selalu lebih
dekat pada diriku ketimbang pada anak-anak yang lainnya. Sehingga tak heran
jika banyak teman-temanku yang iri melihat perhatiannya Om Ferdy padaku yang
melampui batas. Hingga suatu hari ketika kami sedang latihan, "Aldy,
kakinya kurang lurus!" instruksinya ketika aku kurang sempurna dalam
melakukan teknik trampolin (salah satu teknik dalam senam dengan posisi kaki di
atas dankepala di bawah). Sejurus kemudian dengan ketelatenannya dia meluruskan
kakiku. Tapi tegangannya kali ini terasa aneh sekal. Dia tidak hanya memegang
betisku yang perlu diluruskan tapi pahaku juga ikut-ikutan dipegang dan agak
mengelus-elus daerah yang merangsangkan itu, hingga akhirnya aku tidak
konsentrasi lagi dan posisiku langsung rusak, karena merasa geli sekali
diraba-raba begitu rupa. "Lho kok berhenti, ayo ulangi lagi,"
katanya. Tanpa menugguperintah yang kedua kalinya aku pun mengulangi teknik
trampolin. Tapi kali ini salah lagi katanya, aku pun mencobanya lagi tapi salah
lagi, begitu seterusnya hingga aku mengulangi teknik ini berpuluh-puluh kali
tapi selalu kegagalan yang aku dapatkan.
Aku sendiri tidak tahu mengapa
teknikku salah terus katanya, padahal bagiku sudah benar dan tidak ada yang
salah.
"Sudah Aldy, nanti kamu cedera," katanya.
"Tapi aku belum bisa Om," bantahku.
"Oke, karena waktunya sudah habis kamu boleh istirahat. Tapi oh ya nanti kamu bolehke rumahku untuk menambah porsi latihan, bagai mana mau?"
"Hmm.. oke," jawabku enteng.
Memang aku sering menambah porsi latihan apalagi kalau ada teknik yang belum aku kuasai, tanpa disuruHPun aku pasti menambah porsi latihanku di rumah Om Ferdy. Dan memang, di rumah kontrakannya ada ruangan khusus untuk menambah porsi latihan.
"Sudah Aldy, nanti kamu cedera," katanya.
"Tapi aku belum bisa Om," bantahku.
"Oke, karena waktunya sudah habis kamu boleh istirahat. Tapi oh ya nanti kamu bolehke rumahku untuk menambah porsi latihan, bagai mana mau?"
"Hmm.. oke," jawabku enteng.
Memang aku sering menambah porsi latihan apalagi kalau ada teknik yang belum aku kuasai, tanpa disuruHPun aku pasti menambah porsi latihanku di rumah Om Ferdy. Dan memang, di rumah kontrakannya ada ruangan khusus untuk menambah porsi latihan.
Setelah aku pamitan sama orangtua,
kira-kira jam 19:00 WIB aku berangkat ke rumah Om Ferdy. Sesampainya di sana
aku merasa heran, yang ada kok cuma aku yang lainnya mana? pikirku. Karena
kalau menambah porsi latihan itukan biasanya sama teman-teman satu kelompok.
Tapi kali ini kok aku sendirian. Tapi akhirnya aku tidak mengacuhkan keadaan
ini. Mungkin Om Ferdy ingin memberiteori khusus pada diruku, pikirku kala itu.
"Oke, ganti baju dan segera kita mulai," katanya. Aku pun langsung
ganti baju (cuma pakali celana pendek dan telanjang dada). Tapi anehnya matanya
yang tajam itu selalu menatapku bagai burung elang yang mau menangkap
mangsanya. "Gila! kenapa dia?" gerutuku dalam hati. Tapi aku tak
menggubris semua itu. "Oke kita mulai Al!" suruhnya. Dengan gerakan
yang sangat lincah bagai burung walet aku pun memperagakan satu persatu teknik
yang aku pelajari. Mulai teknik trampolin, pommel horse dan lain-lain.
"Coba kamu ulangi lagi teknik trampilon!" suruhnya. Tanpa ba-bi-bu
aku pun mengulangi teknik itu.
"Tangannya kurang lurus!"
"Begini Om?"
"Bukan, begini lho.."
Dia memegangi tanganku untuk diluruskan. Tapi anehnya dia tidak meluruskan tanganku malah mengelus-elus tangan yang masih dalam posisi tegak itu, hingga membuatku tidak konsentrasi lagi dan aku hampir jatuh kalau tidak ada tangan kekar dan hangat menangkap pinggangku. Ternyata tangan yang hangat dan kekar tadi itu tangannya Om Ferdy, yang tahu-tahu sudah membopongku.
"Terima kasih Om."
"Are you welcome."
"Turunkan aku Om!" pintaku, karena aku malu dibopong lama-lama dengan cuma pakai celana pendek dan telanjang dada.
Tapi bukan jawaban yang aku terima tapi sebuah kecupan lembut dan hanagat sekali tiba-tibamendarat dikeningku.
"Apa maksud Om?"
"Nanti kamu akan tahu," katanya, sembari membawaku ke tempat tidurnya.
Entah mengapa aku tidak berontak waktu itu. Padahal aku ingin menolak tapi bagai terhipnotis diriku menurut saja ketika aku dibawa ke kamar yang harum sekali dan dipenuhi gambar-gambar cowok. Dengan lembut sekali dia membaringkan aku seiring kecupan yang mendarat dikeningku dengan sangat mesra sekali.
"Tangannya kurang lurus!"
"Begini Om?"
"Bukan, begini lho.."
Dia memegangi tanganku untuk diluruskan. Tapi anehnya dia tidak meluruskan tanganku malah mengelus-elus tangan yang masih dalam posisi tegak itu, hingga membuatku tidak konsentrasi lagi dan aku hampir jatuh kalau tidak ada tangan kekar dan hangat menangkap pinggangku. Ternyata tangan yang hangat dan kekar tadi itu tangannya Om Ferdy, yang tahu-tahu sudah membopongku.
"Terima kasih Om."
"Are you welcome."
"Turunkan aku Om!" pintaku, karena aku malu dibopong lama-lama dengan cuma pakai celana pendek dan telanjang dada.
Tapi bukan jawaban yang aku terima tapi sebuah kecupan lembut dan hanagat sekali tiba-tibamendarat dikeningku.
"Apa maksud Om?"
"Nanti kamu akan tahu," katanya, sembari membawaku ke tempat tidurnya.
Entah mengapa aku tidak berontak waktu itu. Padahal aku ingin menolak tapi bagai terhipnotis diriku menurut saja ketika aku dibawa ke kamar yang harum sekali dan dipenuhi gambar-gambar cowok. Dengan lembut sekali dia membaringkan aku seiring kecupan yang mendarat dikeningku dengan sangat mesra sekali.
Oh nikmatnya kecupan yang membuatku
terlena, pikirku kala itu. Entah mengapa aku ingin diperlakukan yang lebih dari
sekedar kecupan dari laki-laki yang menjadi pelatihku ini. Kemudian bibirnya
yang hangat itu mencium pipiku dengan beringasnya, dengan sesekali menjilati
pipiku yang masih ranum itu. Sejurus kemudian bibirnya memagut bibirku. Oh..
betapa nikmatnya pertemuan dua bibir itu, membuat aku mabuk kepayang. Apa lagi
ketika dia menyuruh mengeluarkan lidahku, lalu lidah yang aku julurkan itu
disedotnya dalam-dalam penuh arti sejuta nikmat. Sedangkan tangan Om Ferdy tak
tinggal diam. Dengan pengalamannya dia mengelus-elus pahakuyang lembut dan
lunak itu dengan sangat mesra sekali. Dibelainya pahaku yang segar itu,
hinggamembuat darah mudaku mendesir tak karuan. Setelah puas menjilati dan
mengecup wajahku, kini giliran ketiakku yang mendapat jilatan dan kecupan yang
sangat hangat oleh lidahnya yang sesekali dikeluarkannya. Baik ketiak kanan dan
kiri tak luput dari incarannya. Lalu susuku yang mendapat giliran berikutnya.
Kadang dihisap, kadang ditarik, kadang digigit dan kadangdengan lidahnya dia
memutar-mutar puting susuku searah bentuknya.
"Oh.. enaak.." rintihku.
"Kamu suka Aldy," katanya, sambil tangannya melepaskan celana pendek dan CD yang aku pakai.
"Teruskan Om!" pintaku.
Medapat permintaan seperti itu langsung saja dia memburu perut dan pusarku yang merangsangkan sekali. Sedang aku sendiri pun tidak tinggal diam. Merasakan Om Ferdy mempermainkan gairahku, dengan pengalamanku yang tergolong minim, kupreteli semua busana yang melekat pada tubuhnya. Mungkin dia mengerti yang aku mau hingga dia tidak memberontak tatkala kulepas busana yang dipakainya. Sempat kaget aku melihat dzakar yang sudah menantang di depan mata.
"Wow besar sekali."
"Kamu pasti suka, cobalah!"
"tidak ah aku tidak bisa Om."
"Coba dulu!"
Dengan agak memaksa dia menyuruhku untuk mengoral zakarnya yang belepotan prescum itu. Agak tersedak kerongkonganku ketika zakar yang berukuran kira-kira 21 cm itu masuk ke mulutku sampai pangkalnya. Sedangkan dengan pengalamannya dia mencoba membantuku dengan memaju-mundurkan kemaluannya yang besar itu. Oh.. enaak sekali rasanya. Sedangkan tanganku pun tidak tinggaldiam. Dengan tangan kiriku, kupermainkan buah zakarnya yang agak kemerah-merahan itu. Kuelus dengan hati-hati sekali dan penuh pengertian, lalu benda yang ada telurnya itu aku tarik perlahan-lahan. "Oh enaak teruskan Al!" rengeknya, sambil menggelinjang tidak karuan.
"Kamu suka Aldy," katanya, sambil tangannya melepaskan celana pendek dan CD yang aku pakai.
"Teruskan Om!" pintaku.
Medapat permintaan seperti itu langsung saja dia memburu perut dan pusarku yang merangsangkan sekali. Sedang aku sendiri pun tidak tinggal diam. Merasakan Om Ferdy mempermainkan gairahku, dengan pengalamanku yang tergolong minim, kupreteli semua busana yang melekat pada tubuhnya. Mungkin dia mengerti yang aku mau hingga dia tidak memberontak tatkala kulepas busana yang dipakainya. Sempat kaget aku melihat dzakar yang sudah menantang di depan mata.
"Wow besar sekali."
"Kamu pasti suka, cobalah!"
"tidak ah aku tidak bisa Om."
"Coba dulu!"
Dengan agak memaksa dia menyuruhku untuk mengoral zakarnya yang belepotan prescum itu. Agak tersedak kerongkonganku ketika zakar yang berukuran kira-kira 21 cm itu masuk ke mulutku sampai pangkalnya. Sedangkan dengan pengalamannya dia mencoba membantuku dengan memaju-mundurkan kemaluannya yang besar itu. Oh.. enaak sekali rasanya. Sedangkan tanganku pun tidak tinggaldiam. Dengan tangan kiriku, kupermainkan buah zakarnya yang agak kemerah-merahan itu. Kuelus dengan hati-hati sekali dan penuh pengertian, lalu benda yang ada telurnya itu aku tarik perlahan-lahan. "Oh enaak teruskan Al!" rengeknya, sambil menggelinjang tidak karuan.
Sedangkan tangan kananku kugunakan
untuk mengocok zakarku sendiri yang sudah berdiri daritadi. Rupanya dia
betul-betul pengalaman sekali, terbukti jika aku mempercepat kulumanku padadzakarnya
dia mempercepat gerakannya, begitu juga sebaliknya bila aku memperlambat
gerakanku dia pun memperlambat gerakannya. "Oh enaak.." rancaunya,
tatkala lidahku memainkan lubang kecil yang berada di ujung benda yang kenyal
itu. Aku memeng paling suka mempermainkan lubang kecil itu. "Hmm..
lezaat.." mungkin begitu pikirku kala itu. Setelah agak lama aku
mengulumpisang ambon Om Ferdy, rupanya dia dikuasai oleh nafsu birahi yang tak
tertahankan, hingga wajahnya bersih itu makin lama makin memerah bak kepiting
di rebus. "Aku mau keluar Al.." rintihnya, seiring dengan cepatnya
gerakan Om Ferdy dan akhirnya, "Crott.. crott.. crott.." Kami
mengeluarkan mani hampir beesamaan. Kutelan semua sprema Om Ferdy yang walaupun
agak asin itu tapi nikmat sekali, lalu kujilati sisinya. Begitu pula dia,
dijilatinya spermaku yang muncrat kemna-mana, di jilatinya satu persatu, mulai
mani yang ada di zakarku, lalu di pahakusampai di ubin pun di lahapnya habis.
Tidak ada kata-kata yang dari keluar dari mulut kamiberdua, karena kenikmatan
dan kebahagian dan kenikmatan yang kami rasakan tidak bisa dilukiskan dengan
kata-kata.
Kami cuma saling pandang, dengan
pandangan yang penuh arti. Ya aku telah menjadi pacarpelatihku. Lalu dengan
perlahan Om Ferdy mendekap diriku, dibelainya rambutku dengan
sesekalimendaratkan ciuman di pipiku sampai akhirnya aku tertidur pulas dalam
pelukannya. Setelah kejadian di malam yang indah itu Om Ferdy tambah perhatian
sama aku. Kalau dulu aku berangkat sekolah sendirian kini tidak lagi karena ada
Om Ferdy yang selalu setia mengantarku dan menjemputku jika aku pulang sekolah.
Malah kadang-kadang dia memberiku uang untuk sekedar beli jajan atau buku
pelajaran, maklum sebentar lagi sebentar lagi aku akan Ebtanas jadi aku harus
giat belajar disamping latihan yang tidak boleh kutinggalkan. Malahan dia
memasukkan aku kePrimagama untuk persiapan Ebtanasku. Apalagi kalau habis
gajian aku ditraktirnya makan di restoran yang menjadi favoritnya, lalu aku di
ajak ke mall untuk beli macam-macam yang sebenarnya aku tidak butuh. Habis itu
lalu kita chek-in di hotel. Walaupun kami sangat akrab sekali tapi keluargaku
tak menaruh curiga yang macam-macam, karena keluargaku tahu kalauOm Ferdy itu
kan pelatihku. Lagian dia jugakan teman akrab ayahku, jadi pantas kalau keluargaku
termasuk ayah tidak pernah curiga sedikitpun kalau aku sudah menjadi
"isteri" Om Ferdy tersayang. Pokoknya kami berdua melewati hari-hari
indah ini tanpa terganggu dan menggangu pekerjaan lain, latihan misalnya.
Walaupun aku berhubungan dengan Om
Ferdy, latihanku tetap tidak dikurangi malah aku sering manambah porsi latihan
di rumahnya. Seperti malam itu aku manambah porsi latihanku di rumah kontrakan
Om Ferdy yang memang tinggal sendirian. Setelah aku selesai berlatih kami duduk
santai di ruangan tengah. Aku menyandarkan kepalaku pada dada Om Ferdy yang
bidang itu.
"Om mungkin aku tidak ikut kejuaraan," kataku membuka pembicaraan.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku tidak enak badan Om," jawabku.
Memang akhir-akhir ini aku tidak enak badan. Mungkin karena di samping aku harus berlatih kerasaku juga harus melayani kebuasan pelatihku itu. Apa lagi akhir-akhir ini Om Ferdy selalu minta jatah lebih. Yang asalnya 3 kali sehari, kini menjadi 5 kali sehari. Memang aku akui Om Ferdy memang laki-laki yang sangat jantan dan perkasa. Jadi bukan cuma tubuhnya saja yang bikin birahiku naik, tapi permainannya yang oke selalu membuat aku jadi ketagihan. Entah dia pakaiobat kuat atau tidak aku kurang tahu. Padahal 2 hari lagi aku harus ikut kompetisi.
"Om mungkin aku tidak ikut kejuaraan," kataku membuka pembicaraan.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku tidak enak badan Om," jawabku.
Memang akhir-akhir ini aku tidak enak badan. Mungkin karena di samping aku harus berlatih kerasaku juga harus melayani kebuasan pelatihku itu. Apa lagi akhir-akhir ini Om Ferdy selalu minta jatah lebih. Yang asalnya 3 kali sehari, kini menjadi 5 kali sehari. Memang aku akui Om Ferdy memang laki-laki yang sangat jantan dan perkasa. Jadi bukan cuma tubuhnya saja yang bikin birahiku naik, tapi permainannya yang oke selalu membuat aku jadi ketagihan. Entah dia pakaiobat kuat atau tidak aku kurang tahu. Padahal 2 hari lagi aku harus ikut kompetisi.
"Aldy kamu harus ikut kompetisi
ini sayang!" katanya sambil membelai rambutku.
"Aku tidak enak badan Om," bantahku manja.
"Aldy asal tahu saja ya, hanya kamu satu-satunya harapan Om pada kompetisi kali ini."
"Kan masih banyak yang lainnya Om? ada Hasan, Heru, Agus dan Rudy," kataku lagi.
"Kamu betul Al, tapi Hasan dan Heru kan cedera sedangkan Agus dan Rudy masih payah. Lagian teknik keduanya tidak sebagus kamu lho."
"Jangan terlalu memuji nanti tidak aku kasih jatah lho," ancamku main-main.
"Oh ya, kalau Om maksa bagaimana?"
"Ya tidak mau."
"Kalau maksa terus."
Itulah kata-kata terakhirnya. Karena sejurus kemudian tangannya yang kekar dan berotot itu membelai rambutku dengan sangat mesra. Lalu tangannya yang banyak ditumbuhi lebat itu mengelu-elus keningku, lalu ciuman hangat mendarat di keningku, "Oh nikmatnya kecupan Om Ferdy ini," pikirku kala itu, apalagi waktu kumisnya yang tipis itu sedikit menusuk kulitku yang lembut itu, "I love you," bisikku. Tanpa mengiraukan kata-kataku lagi Om Ferdy langsung mengecup bibirku dengan mendatangkan nikmat tiada tara. Bibir kami pun saling beradu, saling memberidan menerima serta saling mengulum lidah. Oh, hangat sekali aku rasa tatkala ludahnya yang bercampur ludahku itu kutelan. Sedangkan tangannya sibuk membuka resliting celana pendekku.
"Aku tidak enak badan Om," bantahku manja.
"Aldy asal tahu saja ya, hanya kamu satu-satunya harapan Om pada kompetisi kali ini."
"Kan masih banyak yang lainnya Om? ada Hasan, Heru, Agus dan Rudy," kataku lagi.
"Kamu betul Al, tapi Hasan dan Heru kan cedera sedangkan Agus dan Rudy masih payah. Lagian teknik keduanya tidak sebagus kamu lho."
"Jangan terlalu memuji nanti tidak aku kasih jatah lho," ancamku main-main.
"Oh ya, kalau Om maksa bagaimana?"
"Ya tidak mau."
"Kalau maksa terus."
Itulah kata-kata terakhirnya. Karena sejurus kemudian tangannya yang kekar dan berotot itu membelai rambutku dengan sangat mesra. Lalu tangannya yang banyak ditumbuhi lebat itu mengelu-elus keningku, lalu ciuman hangat mendarat di keningku, "Oh nikmatnya kecupan Om Ferdy ini," pikirku kala itu, apalagi waktu kumisnya yang tipis itu sedikit menusuk kulitku yang lembut itu, "I love you," bisikku. Tanpa mengiraukan kata-kataku lagi Om Ferdy langsung mengecup bibirku dengan mendatangkan nikmat tiada tara. Bibir kami pun saling beradu, saling memberidan menerima serta saling mengulum lidah. Oh, hangat sekali aku rasa tatkala ludahnya yang bercampur ludahku itu kutelan. Sedangkan tangannya sibuk membuka resliting celana pendekku.
Setelah dia berhasil membukanya, dia
langsung mencari "tongkat" panjangku yang sudah tegang dari tadi.
Tidak begitu lama dia sudah menggenggam dzakarku yang sudah mengeluarka
prescum. Kemudian satu jarinya memainkan lubang kecil yang ada di ujung dzakarku
itu, karuan saja prescumkutambah banyak keluar dan aku manggelinjang tidak
karuan. Sedangkan bibirnya beraksi di bibirku. Berulang kali dia menelan
ludahku yang sudah bercampur dengan ludahnya. Rupanya dia sudah dirasuki nafsu
yang membara, hingga dia langsung mempreteli busana yang aku pakai, hingga aku
bagai bayi yang siap untuk dimandikan. Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun
tidak tinggal diam, kugusur pakaian yang dipakainya hingga tak terhalang oleh
sehelai benang pun. Oh.. betapa gagah dan macho-nya pangeranku ini. Dadanya
yang bidang di tumbuhi bulu-bulu yangagak lebat dengan dilengkapi perut yang
berkotak-kotak. Demikian juga pahanya di tumbuhibulu-bulu yang sangat lebat
dengan dzakar menggantung yang agak besar menurut ukuran orang Asia, serta di
tumbuhi bulu-bulu yang lebat juga. Kulabuhkan diriku pada dada yang bidang itu
dan kurasakan kedamaian serta kehangatan yang tiada tiara. Sedangkan Om Ferdy
mulai labih bringas. Setelah puas melumat bibirku lalu di menyedot ketiakku
dalam-dalam, baik yang kiri maupun yang kanan mendapatkan giliran semua secara
bergantian. Setelah puas menyedot ketiakku dia langsung mengulum susuku dan
memelintir putingnya baik yang kanan maupun yang kiri seiring bentuknya.
"Oh.. hangatnya," desahku, mengeluarkan rasa nikmat yang terpendam di
dalam dada.
Apalagi waktu ludahnya yang hangat
itu membanjiri puting susuku, oh.. nikmat sekali. Kemudian Om Ferdy menelusuri
lekuk-lekuk tubuhku mulai pusar, perut hingga paha, tidak sedikitpun terlewat
olehnya. Sampai dia berada tepat di dzakarku yang mulai menegang sejak tadi.
Tapi diatidak langsung mengulum kemaluanku yang sudah banyak mengeluarakan
banyak perscum, tapi dia hanya memainkan buah dzakarku saja. Dielus-elusnya
buah dzakarku itu, lalu dengan manja sekali dia menarik-narik rambut dzakarku.
Kemudian dengan kedua tangannya dia menggenggam benda yang ada di sekitar
dzakarku itu. Mendapat perlakuan super dahsyat itu, aku menggelinjang tak
karuan, aku menggelinjang sekuat tenaga, sampai spreinya sudah tidak karuan bentuknya.
"Oh.. kulum Om! aku tidak tahan nih!" rengekku. Tapi dia tak
menghiraukan rengekanku, padahal aku sudah betul-betul tidak kuat, malah dengan
enjoinya dia menggosok-gosok benda di sekitar dzakarku dengan kedua tangannya,
karuan saja aku tambah blingsatan dan prescumku tambah banyak keluar. Karena
aku sudah tidak kuat lagi maka akupun melingkarkan kakiku di pinggangnya dengan
sangat rapat sekali. Dan diapun agaknya mengerti maksudku, lalu dia membalikkan
tubuhnya dengankaki di atas dan kepala di bawah. Dan kami pun melakukan gaya
"69". Aku masukkan semua dzakarku yang agak besar dan panjang itu ke
mulut Om Ferdy mulai ujung sampai pangkal tanpa tersisa. Demikian pula Om
Ferdy, dia memasukkan dzakarnya yang besar itu mulai ujung sampai pangkal.
Seperti biasa kalau pertama hubungan
aku merasa tersedak dengan zakarnya Om Ferdy yang besar itu, tapi aku tahu
akhirnya ini semua mendatangkan kenikmatan yang tiada tara. Setelah kamiagak
lama saling mengulum, saling memberi dan saling menerima maka, "Crott.. crott..
crott.." Kami keluar hampir bersamaan. Lalu kami menelan sperma yang lain.
Setelah itu tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua. Karena kami
tahu hanya bahasa hatilah yang mampu mengungkapkan kebahagian dan kenikmatan
yang baru saja kami rasakan. Hanya keringat yang bercucuran dan desah nafas
kami yang menjadi saksi bisu cinta kami berdua di malam itu.
Akhirnya dengan saran dan nasehat Om
Ferdy yang menggebu-gebu dan tak kenal lelah, aku pun ikut kompetsi tahun itu,
dan hasilnya diluar dugaan kami semua, karena akun akhirnya lomba senam tahun
ini. Aku sungguh sangat bahagia sekali, sampai aku meneteskan air mata. Karena
di antara teman-temanku yang berlaga dalam lomba itu hanya aku yang menjadi
kampium. Semua anggotatim pun menyambutnya dengan sangat gembira. Dan untuk
menyambut kemenanganku ini clubku mengadakan acara tasyakuran. Setelah acara
tasyakuran selesai aku dan Om Ferdy melanjutkan pesta di hotel berbintang. Tak
sedikitpun sempat terlintas dalam benakku, kemungkinan Om Ferdy akan
meninggalkanku jika kontraknya dengan clubku berakhir. Hal ini dikarenakan Om
Ferdy sudah berjanji sehidup semati seia sekata. Pernah satu kali kegamangan
tiba-tiba menggoyang hatiku, tapi segera aku tepis mengingat perhatian Om Ferdy
yang sanagt tulus dan ikhlas. Kurasakan kira-kira 5 tahun kebahagiaan
menyelimuti hidupku. Tapi kini tiba-tiba saja keadaan telah merenggut habis
kebahagiaanku, menghempaskanku hingga berkeping-keping, tak secuilpun
tersisamasa-masa indah dulu yang kulewati dengan Om Ferdy. Semua suram, semua
buram seperti kaca jendela bekas rumah kontrakan Om Ferdy yang hampir satu
bulan lupa untuk dibersihkan. Om Ferdy yang menjadi tumpuan harapan-harapan dan
mimpi-mimpiku kini telah pergi. Dan yang lebih menyakitkan hatiku, kepergian Om
Ferdy untuk kembali ke kampung halamannya (di provinsi "L")tidak
dikatakan terus terang padaku. Sehingga paling tidak aku bisa mempersiapkan
segalanya baik kebutuhannya di jalan atau mempersiapkan perasaan yang akan
segera ditinggal pergi ini.
Saat pergi dulu Om Ferdy hanya
mengatakan hanya pergi ke kota "T" karena ada urusan pekerjaan. Tapi
setelah hampir 3 minggu tidak ada kabar tentang Om Ferdy. Aku mencoba untuk
tanya pada pimpinan club. Bagai petir yang menyambar pucuk kelapa, begitu juga
perasaanku kala itu. Akhirnya kuketahui kalau Om Ferdy telah pulang ke kampung
halamannya. Selama beberapa minggu aku menangis memaki nasibku yang tidak
berpihak lagi padaku. Om Ferdy, Om Ferdy teganya kamumeninggalkan diriku
terpuruk seorang diri, jatuh terkapar seperti helai-helai daun kelapa yang
terpaksa runtuh ke bumi tak berdaya. Malam semakin kelam, kelelawar sesekali
lewat di depan kaca jendela rumah kontrak Om Ferdy dulu. Kota "L",
kota dimana aku dilahirkan telah menjadi bayangan hitam tertutup oleh awan. Dan
tanpa aku sadari aku meringkuk di kamar yang biasa kami pakai untuk bercinta
dulu. Di kamar ini aku mengalirkan air mata seperti hari-hari sebelumnya.
Dadaku turun naik oleh kenangan manis bersama Om Ferdy. Lama aku meringkuk
dalam kebekuan yang mengharu. Tapi tiba-tiba saja sebuah kekuatan telah
membangkitkan aku, "Aku harus bangkitkembali. HARUS!" pikirku.
Kepergian Om Ferdy tidak boleh menghancurkan masa depanku. Aku masih muda dan
masih punya secercah masa depan yang cerah. Besok aku akan meniggalkan kota
"L" untuk menghilanghkan kenangan kelam bersama Om Ferdy. Dan aku
harus melanjutkan kuliah yang terbengkalai gara-gara cinta butaku pada Om
Ferdy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar