Sabtu, 14 April 2012

Gairah Pelatihku


Kisah yang betul-betul nyata ini aku alami kira-kira pada tahun 1996, ketika aku masih umur 16 tahun dan aku masih duduk di kelas 3 SMP di kotaku. Waktu itu aku sudah bergabung dengan salah satu klub senam yang memang menjadi salah satu olahraga favorit anak-anak seusiaku, selain sepak bola dan bulu tangkis tentunya. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku dimasukkan ke klub senam, kok bukan yang lainnya, karena aku masuk bukan karena kehendakku tapi kehendakorangtua dan aku sendiri tidak bisa menentang dan membantah, karena disamping aku harus patuh sama orangtua dan lagian aku tahu kalau setiap orangtua pasti memilih yang terbaik untuk putranya.
Tiap hari sehabis pulang sekolah aku musti latihan dengan baik dan giat, karena kalau tidak latihan satu hari saja, maka orangtuaku pasti mendanpratku habis-habisan dan besoknya aku pasti mendapat hukuman dari pelatihku. Mulai disuruh push up, set up, scot jump dan lain-lain. Tapi hasil didikan yang begitu keras dan melelahkan itu cukup bagus, terbukti kami selalu dikirim ke kejuaraan baik tingkat desa, kecamatan atau kabupaten bahkan tingkat propinsi pun pernah kami rasakan. Dan itu semua tidak lepas dari sistem pembinaan di tubuh klub yang aku tempati.
Bayangkan saja tiap kelompok (1 kelompok terdiri dari 10 anak) mempunyai 1 palatih yang tentunya sangat profesional dan tidak diragukan lagi kemampuannya. Dan aku pun beserta 9 anak lainnya, juga dilatih oleh seorang pelatih yang profesional. Om Ferdy begitu biasanya dia di panggil. Sedangkan nama lengkapnya **** (edited). Dia seorang laki yang kira-kira umur 32 tahun, bertubuh tinggi tegap, agak gempal, berbulu lebat baik di dada, tangan dan ketiaknya. Walaupun wajahnya biasa-biasa saja tapi tidak mengurangi ke-macho-an dan keperkasaannya. Apalagi tatapan mata dan senyumnya, aku yakin dapat meruntuhkan semua gadis-gadis di dunia ini. Walaupun dia agak dingin tapi hatinya baik dan sopan sekali. Malah kadang-kadang dia suka humor. Karenanya banyak anak-anak yang ingin dilatihnya. Mungkin karena dia teman dekat ayahku sehingga aku sangat beruntung dilatih oleh Om Ferdy. Seorang pelatih tampan, gagah, macho dan profesional tentunya. Pada mulanya aku tidak menghiraukan semua itu. Biar dia macho kek, tampan kek aku tidak perduli, toh dia laki-laki aku pun laki-laki memang mau apa pikirku kala itu. Mungkin karena faktor usiaku yang masih anak-anak dan belum mengenal dunia yang macam-macam, hingga aku tidak tertarik sedikitpun padanya.
Akhirnya aku hanya berlatih, berlatih dan berlatih. Dan Om Ferdy aku anggap sebagai ayahku sendiri, karena dia begitu sayang dan perhatian padaku ketimbang pada yang lainnya. Waktuitu aku tidak mengerti kenapa dia seolah-olah menganak-emaskan aku dan selalu lebih dekat pada diriku ketimbang pada anak-anak yang lainnya. Sehingga tak heran jika banyak teman-temanku yang iri melihat perhatiannya Om Ferdy padaku yang melampui batas. Hingga suatu hari ketika kami sedang latihan, "Aldy, kakinya kurang lurus!" instruksinya ketika aku kurang sempurna dalam melakukan teknik trampolin (salah satu teknik dalam senam dengan posisi kaki di atas dankepala di bawah). Sejurus kemudian dengan ketelatenannya dia meluruskan kakiku. Tapi tegangannya kali ini terasa aneh sekal. Dia tidak hanya memegang betisku yang perlu diluruskan tapi pahaku juga ikut-ikutan dipegang dan agak mengelus-elus daerah yang merangsangkan itu, hingga akhirnya aku tidak konsentrasi lagi dan posisiku langsung rusak, karena merasa geli sekali diraba-raba begitu rupa. "Lho kok berhenti, ayo ulangi lagi," katanya. Tanpa menugguperintah yang kedua kalinya aku pun mengulangi teknik trampolin. Tapi kali ini salah lagi katanya, aku pun mencobanya lagi tapi salah lagi, begitu seterusnya hingga aku mengulangi teknik ini berpuluh-puluh kali tapi selalu kegagalan yang aku dapatkan.
Aku sendiri tidak tahu mengapa teknikku salah terus katanya, padahal bagiku sudah benar dan tidak ada yang salah.
"Sudah Aldy, nanti kamu cedera," katanya.
"Tapi aku belum bisa Om," bantahku.
"Oke, karena waktunya sudah habis kamu boleh istirahat. Tapi oh ya nanti kamu bolehke rumahku untuk menambah porsi latihan, bagai mana mau?"
"Hmm.. oke," jawabku enteng.
Memang aku sering menambah porsi latihan apalagi kalau ada teknik yang belum aku kuasai, tanpa disuruHPun aku pasti menambah porsi latihanku di rumah Om Ferdy. Dan memang, di rumah kontrakannya ada ruangan khusus untuk menambah porsi latihan.
Setelah aku pamitan sama orangtua, kira-kira jam 19:00 WIB aku berangkat ke rumah Om Ferdy. Sesampainya di sana aku merasa heran, yang ada kok cuma aku yang lainnya mana? pikirku. Karena kalau menambah porsi latihan itukan biasanya sama teman-teman satu kelompok. Tapi kali ini kok aku sendirian. Tapi akhirnya aku tidak mengacuhkan keadaan ini. Mungkin Om Ferdy ingin memberiteori khusus pada diruku, pikirku kala itu. "Oke, ganti baju dan segera kita mulai," katanya. Aku pun langsung ganti baju (cuma pakali celana pendek dan telanjang dada). Tapi anehnya matanya yang tajam itu selalu menatapku bagai burung elang yang mau menangkap mangsanya. "Gila! kenapa dia?" gerutuku dalam hati. Tapi aku tak menggubris semua itu. "Oke kita mulai Al!" suruhnya. Dengan gerakan yang sangat lincah bagai burung walet aku pun memperagakan satu persatu teknik yang aku pelajari. Mulai teknik trampolin, pommel horse dan lain-lain. "Coba kamu ulangi lagi teknik trampilon!" suruhnya. Tanpa ba-bi-bu aku pun mengulangi teknik itu.
"Tangannya kurang lurus!"
"Begini Om?"
"Bukan, begini lho.."
Dia memegangi tanganku untuk diluruskan. Tapi anehnya dia tidak meluruskan tanganku malah mengelus-elus tangan yang masih dalam posisi tegak itu, hingga membuatku tidak konsentrasi lagi dan aku hampir jatuh kalau tidak ada tangan kekar dan hangat menangkap pinggangku. Ternyata tangan yang hangat dan kekar tadi itu tangannya Om Ferdy, yang tahu-tahu sudah membopongku.
"Terima kasih Om."
"Are you welcome."
"Turunkan aku Om!" pintaku, karena aku malu dibopong lama-lama dengan cuma pakai celana pendek dan telanjang dada.
Tapi bukan jawaban yang aku terima tapi sebuah kecupan lembut dan hanagat sekali tiba-tibamendarat dikeningku.
"Apa maksud Om?"
"Nanti kamu akan tahu," katanya, sembari membawaku ke tempat tidurnya.
Entah mengapa aku tidak berontak waktu itu. Padahal aku ingin menolak tapi bagai terhipnotis diriku menurut saja ketika aku dibawa ke kamar yang harum sekali dan dipenuhi gambar-gambar cowok. Dengan lembut sekali dia membaringkan aku seiring kecupan yang mendarat dikeningku dengan sangat mesra sekali.
Oh nikmatnya kecupan yang membuatku terlena, pikirku kala itu. Entah mengapa aku ingin diperlakukan yang lebih dari sekedar kecupan dari laki-laki yang menjadi pelatihku ini. Kemudian bibirnya yang hangat itu mencium pipiku dengan beringasnya, dengan sesekali menjilati pipiku yang masih ranum itu. Sejurus kemudian bibirnya memagut bibirku. Oh.. betapa nikmatnya pertemuan dua bibir itu, membuat aku mabuk kepayang. Apa lagi ketika dia menyuruh mengeluarkan lidahku, lalu lidah yang aku julurkan itu disedotnya dalam-dalam penuh arti sejuta nikmat. Sedangkan tangan Om Ferdy tak tinggal diam. Dengan pengalamannya dia mengelus-elus pahakuyang lembut dan lunak itu dengan sangat mesra sekali. Dibelainya pahaku yang segar itu, hinggamembuat darah mudaku mendesir tak karuan. Setelah puas menjilati dan mengecup wajahku, kini giliran ketiakku yang mendapat jilatan dan kecupan yang sangat hangat oleh lidahnya yang sesekali dikeluarkannya. Baik ketiak kanan dan kiri tak luput dari incarannya. Lalu susuku yang mendapat giliran berikutnya. Kadang dihisap, kadang ditarik, kadang digigit dan kadangdengan lidahnya dia memutar-mutar puting susuku searah bentuknya.
"Oh.. enaak.." rintihku.
"Kamu suka Aldy," katanya, sambil tangannya melepaskan celana pendek dan CD yang aku pakai.
"Teruskan Om!" pintaku.
Medapat permintaan seperti itu langsung saja dia memburu perut dan pusarku yang merangsangkan sekali. Sedang aku sendiri pun tidak tinggal diam. Merasakan Om Ferdy mempermainkan gairahku, dengan pengalamanku yang tergolong minim, kupreteli semua busana yang melekat pada tubuhnya. Mungkin dia mengerti yang aku mau hingga dia tidak memberontak tatkala kulepas busana yang dipakainya. Sempat kaget aku melihat dzakar yang sudah menantang di depan mata.
"Wow besar sekali."
"Kamu pasti suka, cobalah!"
"tidak ah aku tidak bisa Om."
"Coba dulu!"
Dengan agak memaksa dia menyuruhku untuk mengoral zakarnya yang belepotan prescum itu. Agak tersedak kerongkonganku ketika zakar yang berukuran kira-kira 21 cm itu masuk ke mulutku sampai pangkalnya. Sedangkan dengan pengalamannya dia mencoba membantuku dengan memaju-mundurkan kemaluannya yang besar itu. Oh.. enaak sekali rasanya. Sedangkan tanganku pun tidak tinggaldiam. Dengan tangan kiriku, kupermainkan buah zakarnya yang agak kemerah-merahan itu. Kuelus dengan hati-hati sekali dan penuh pengertian, lalu benda yang ada telurnya itu aku tarik perlahan-lahan. "Oh enaak teruskan Al!" rengeknya, sambil menggelinjang tidak karuan.
Sedangkan tangan kananku kugunakan untuk mengocok zakarku sendiri yang sudah berdiri daritadi. Rupanya dia betul-betul pengalaman sekali, terbukti jika aku mempercepat kulumanku padadzakarnya dia mempercepat gerakannya, begitu juga sebaliknya bila aku memperlambat gerakanku dia pun memperlambat gerakannya. "Oh enaak.." rancaunya, tatkala lidahku memainkan lubang kecil yang berada di ujung benda yang kenyal itu. Aku memeng paling suka mempermainkan lubang kecil itu. "Hmm.. lezaat.." mungkin begitu pikirku kala itu. Setelah agak lama aku mengulumpisang ambon Om Ferdy, rupanya dia dikuasai oleh nafsu birahi yang tak tertahankan, hingga wajahnya bersih itu makin lama makin memerah bak kepiting di rebus. "Aku mau keluar Al.." rintihnya, seiring dengan cepatnya gerakan Om Ferdy dan akhirnya, "Crott.. crott.. crott.." Kami mengeluarkan mani hampir beesamaan. Kutelan semua sprema Om Ferdy yang walaupun agak asin itu tapi nikmat sekali, lalu kujilati sisinya. Begitu pula dia, dijilatinya spermaku yang muncrat kemna-mana, di jilatinya satu persatu, mulai mani yang ada di zakarku, lalu di pahakusampai di ubin pun di lahapnya habis. Tidak ada kata-kata yang dari keluar dari mulut kamiberdua, karena kenikmatan dan kebahagian dan kenikmatan yang kami rasakan tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Kami cuma saling pandang, dengan pandangan yang penuh arti. Ya aku telah menjadi pacarpelatihku. Lalu dengan perlahan Om Ferdy mendekap diriku, dibelainya rambutku dengan sesekalimendaratkan ciuman di pipiku sampai akhirnya aku tertidur pulas dalam pelukannya. Setelah kejadian di malam yang indah itu Om Ferdy tambah perhatian sama aku. Kalau dulu aku berangkat sekolah sendirian kini tidak lagi karena ada Om Ferdy yang selalu setia mengantarku dan menjemputku jika aku pulang sekolah. Malah kadang-kadang dia memberiku uang untuk sekedar beli jajan atau buku pelajaran, maklum sebentar lagi sebentar lagi aku akan Ebtanas jadi aku harus giat belajar disamping latihan yang tidak boleh kutinggalkan. Malahan dia memasukkan aku kePrimagama untuk persiapan Ebtanasku. Apalagi kalau habis gajian aku ditraktirnya makan di restoran yang menjadi favoritnya, lalu aku di ajak ke mall untuk beli macam-macam yang sebenarnya aku tidak butuh. Habis itu lalu kita chek-in di hotel. Walaupun kami sangat akrab sekali tapi keluargaku tak menaruh curiga yang macam-macam, karena keluargaku tahu kalauOm Ferdy itu kan pelatihku. Lagian dia jugakan teman akrab ayahku, jadi pantas kalau keluargaku termasuk ayah tidak pernah curiga sedikitpun kalau aku sudah menjadi "isteri" Om Ferdy tersayang. Pokoknya kami berdua melewati hari-hari indah ini tanpa terganggu dan menggangu pekerjaan lain, latihan misalnya.
Walaupun aku berhubungan dengan Om Ferdy, latihanku tetap tidak dikurangi malah aku sering manambah porsi latihan di rumahnya. Seperti malam itu aku manambah porsi latihanku di rumah kontrakan Om Ferdy yang memang tinggal sendirian. Setelah aku selesai berlatih kami duduk santai di ruangan tengah. Aku menyandarkan kepalaku pada dada Om Ferdy yang bidang itu.
"Om mungkin aku tidak ikut kejuaraan," kataku membuka pembicaraan.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku tidak enak badan Om," jawabku.
Memang akhir-akhir ini aku tidak enak badan. Mungkin karena di samping aku harus berlatih kerasaku juga harus melayani kebuasan pelatihku itu. Apa lagi akhir-akhir ini Om Ferdy selalu minta jatah lebih. Yang asalnya 3 kali sehari, kini menjadi 5 kali sehari. Memang aku akui Om Ferdy memang laki-laki yang sangat jantan dan perkasa. Jadi bukan cuma tubuhnya saja yang bikin birahiku naik, tapi permainannya yang oke selalu membuat aku jadi ketagihan. Entah dia pakaiobat kuat atau tidak aku kurang tahu. Padahal 2 hari lagi aku harus ikut kompetisi.
"Aldy kamu harus ikut kompetisi ini sayang!" katanya sambil membelai rambutku.
"Aku tidak enak badan Om," bantahku manja.
"Aldy asal tahu saja ya, hanya kamu satu-satunya harapan Om pada kompetisi kali ini."
"Kan masih banyak yang lainnya Om? ada Hasan, Heru, Agus dan Rudy," kataku lagi.
"Kamu betul Al, tapi Hasan dan Heru kan cedera sedangkan Agus dan Rudy masih payah. Lagian teknik keduanya tidak sebagus kamu lho."
"Jangan terlalu memuji nanti tidak aku kasih jatah lho," ancamku main-main.
"Oh ya, kalau Om maksa bagaimana?"
"Ya tidak mau."
"Kalau maksa terus."
Itulah kata-kata terakhirnya. Karena sejurus kemudian tangannya yang kekar dan berotot itu membelai rambutku dengan sangat mesra. Lalu tangannya yang banyak ditumbuhi lebat itu mengelu-elus keningku, lalu ciuman hangat mendarat di keningku, "Oh nikmatnya kecupan Om Ferdy ini," pikirku kala itu, apalagi waktu kumisnya yang tipis itu sedikit menusuk kulitku yang lembut itu, "I love you," bisikku. Tanpa mengiraukan kata-kataku lagi Om Ferdy langsung mengecup bibirku dengan mendatangkan nikmat tiada tara. Bibir kami pun saling beradu, saling memberidan menerima serta saling mengulum lidah. Oh, hangat sekali aku rasa tatkala ludahnya yang bercampur ludahku itu kutelan. Sedangkan tangannya sibuk membuka resliting celana pendekku.
Setelah dia berhasil membukanya, dia langsung mencari "tongkat" panjangku yang sudah tegang dari tadi. Tidak begitu lama dia sudah menggenggam dzakarku yang sudah mengeluarka prescum. Kemudian satu jarinya memainkan lubang kecil yang ada di ujung dzakarku itu, karuan saja prescumkutambah banyak keluar dan aku manggelinjang tidak karuan. Sedangkan bibirnya beraksi di bibirku. Berulang kali dia menelan ludahku yang sudah bercampur dengan ludahnya. Rupanya dia sudah dirasuki nafsu yang membara, hingga dia langsung mempreteli busana yang aku pakai, hingga aku bagai bayi yang siap untuk dimandikan. Mendapat perlakuan seperti itu, aku pun tidak tinggal diam, kugusur pakaian yang dipakainya hingga tak terhalang oleh sehelai benang pun. Oh.. betapa gagah dan macho-nya pangeranku ini. Dadanya yang bidang di tumbuhi bulu-bulu yangagak lebat dengan dilengkapi perut yang berkotak-kotak. Demikian juga pahanya di tumbuhibulu-bulu yang sangat lebat dengan dzakar menggantung yang agak besar menurut ukuran orang Asia, serta di tumbuhi bulu-bulu yang lebat juga. Kulabuhkan diriku pada dada yang bidang itu dan kurasakan kedamaian serta kehangatan yang tiada tiara. Sedangkan Om Ferdy mulai labih bringas. Setelah puas melumat bibirku lalu di menyedot ketiakku dalam-dalam, baik yang kiri maupun yang kanan mendapatkan giliran semua secara bergantian. Setelah puas menyedot ketiakku dia langsung mengulum susuku dan memelintir putingnya baik yang kanan maupun yang kiri seiring bentuknya. "Oh.. hangatnya," desahku, mengeluarkan rasa nikmat yang terpendam di dalam dada.
Apalagi waktu ludahnya yang hangat itu membanjiri puting susuku, oh.. nikmat sekali. Kemudian Om Ferdy menelusuri lekuk-lekuk tubuhku mulai pusar, perut hingga paha, tidak sedikitpun terlewat olehnya. Sampai dia berada tepat di dzakarku yang mulai menegang sejak tadi. Tapi diatidak langsung mengulum kemaluanku yang sudah banyak mengeluarakan banyak perscum, tapi dia hanya memainkan buah dzakarku saja. Dielus-elusnya buah dzakarku itu, lalu dengan manja sekali dia menarik-narik rambut dzakarku. Kemudian dengan kedua tangannya dia menggenggam benda yang ada di sekitar dzakarku itu. Mendapat perlakuan super dahsyat itu, aku menggelinjang tak karuan, aku menggelinjang sekuat tenaga, sampai spreinya sudah tidak karuan bentuknya. "Oh.. kulum Om! aku tidak tahan nih!" rengekku. Tapi dia tak menghiraukan rengekanku, padahal aku sudah betul-betul tidak kuat, malah dengan enjoinya dia menggosok-gosok benda di sekitar dzakarku dengan kedua tangannya, karuan saja aku tambah blingsatan dan prescumku tambah banyak keluar. Karena aku sudah tidak kuat lagi maka akupun melingkarkan kakiku di pinggangnya dengan sangat rapat sekali. Dan diapun agaknya mengerti maksudku, lalu dia membalikkan tubuhnya dengankaki di atas dan kepala di bawah. Dan kami pun melakukan gaya "69". Aku masukkan semua dzakarku yang agak besar dan panjang itu ke mulut Om Ferdy mulai ujung sampai pangkal tanpa tersisa. Demikian pula Om Ferdy, dia memasukkan dzakarnya yang besar itu mulai ujung sampai pangkal.
Seperti biasa kalau pertama hubungan aku merasa tersedak dengan zakarnya Om Ferdy yang besar itu, tapi aku tahu akhirnya ini semua mendatangkan kenikmatan yang tiada tara. Setelah kamiagak lama saling mengulum, saling memberi dan saling menerima maka, "Crott.. crott.. crott.." Kami keluar hampir bersamaan. Lalu kami menelan sperma yang lain. Setelah itu tak ada kata-kata yang keluar dari mulut kami berdua. Karena kami tahu hanya bahasa hatilah yang mampu mengungkapkan kebahagian dan kenikmatan yang baru saja kami rasakan. Hanya keringat yang bercucuran dan desah nafas kami yang menjadi saksi bisu cinta kami berdua di malam itu.
Akhirnya dengan saran dan nasehat Om Ferdy yang menggebu-gebu dan tak kenal lelah, aku pun ikut kompetsi tahun itu, dan hasilnya diluar dugaan kami semua, karena akun akhirnya lomba senam tahun ini. Aku sungguh sangat bahagia sekali, sampai aku meneteskan air mata. Karena di antara teman-temanku yang berlaga dalam lomba itu hanya aku yang menjadi kampium. Semua anggotatim pun menyambutnya dengan sangat gembira. Dan untuk menyambut kemenanganku ini clubku mengadakan acara tasyakuran. Setelah acara tasyakuran selesai aku dan Om Ferdy melanjutkan pesta di hotel berbintang. Tak sedikitpun sempat terlintas dalam benakku, kemungkinan Om Ferdy akan meninggalkanku jika kontraknya dengan clubku berakhir. Hal ini dikarenakan Om Ferdy sudah berjanji sehidup semati seia sekata. Pernah satu kali kegamangan tiba-tiba menggoyang hatiku, tapi segera aku tepis mengingat perhatian Om Ferdy yang sanagt tulus dan ikhlas. Kurasakan kira-kira 5 tahun kebahagiaan menyelimuti hidupku. Tapi kini tiba-tiba saja keadaan telah merenggut habis kebahagiaanku, menghempaskanku hingga berkeping-keping, tak secuilpun tersisamasa-masa indah dulu yang kulewati dengan Om Ferdy. Semua suram, semua buram seperti kaca jendela bekas rumah kontrakan Om Ferdy yang hampir satu bulan lupa untuk dibersihkan. Om Ferdy yang menjadi tumpuan harapan-harapan dan mimpi-mimpiku kini telah pergi. Dan yang lebih menyakitkan hatiku, kepergian Om Ferdy untuk kembali ke kampung halamannya (di provinsi "L")tidak dikatakan terus terang padaku. Sehingga paling tidak aku bisa mempersiapkan segalanya baik kebutuhannya di jalan atau mempersiapkan perasaan yang akan segera ditinggal pergi ini.
Saat pergi dulu Om Ferdy hanya mengatakan hanya pergi ke kota "T" karena ada urusan pekerjaan. Tapi setelah hampir 3 minggu tidak ada kabar tentang Om Ferdy. Aku mencoba untuk tanya pada pimpinan club. Bagai petir yang menyambar pucuk kelapa, begitu juga perasaanku kala itu. Akhirnya kuketahui kalau Om Ferdy telah pulang ke kampung halamannya. Selama beberapa minggu aku menangis memaki nasibku yang tidak berpihak lagi padaku. Om Ferdy, Om Ferdy teganya kamumeninggalkan diriku terpuruk seorang diri, jatuh terkapar seperti helai-helai daun kelapa yang terpaksa runtuh ke bumi tak berdaya. Malam semakin kelam, kelelawar sesekali lewat di depan kaca jendela rumah kontrak Om Ferdy dulu. Kota "L", kota dimana aku dilahirkan telah menjadi bayangan hitam tertutup oleh awan. Dan tanpa aku sadari aku meringkuk di kamar yang biasa kami pakai untuk bercinta dulu. Di kamar ini aku mengalirkan air mata seperti hari-hari sebelumnya. Dadaku turun naik oleh kenangan manis bersama Om Ferdy. Lama aku meringkuk dalam kebekuan yang mengharu. Tapi tiba-tiba saja sebuah kekuatan telah membangkitkan aku, "Aku harus bangkitkembali. HARUS!" pikirku. Kepergian Om Ferdy tidak boleh menghancurkan masa depanku. Aku masih muda dan masih punya secercah masa depan yang cerah. Besok aku akan meniggalkan kota "L" untuk menghilanghkan kenangan kelam bersama Om Ferdy. Dan aku harus melanjutkan kuliah yang terbengkalai gara-gara cinta butaku pada Om Ferdy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar