Minggu, 01 Juli 2012

Om Danu,Teman Ayahku


Nama saya Adit Priyo Setyantara, umur 21 tahun. Cerita ini bermula dari chatting. Suatu malam karena saya merasa suntuk, bosan dan kebetulan lagi horni berat. Langsung saja saya hidupkan laptop dan mulai chatting. Saat asik chatting, ada nick “Manly_Atletis_Now” yang menarik perhatian saya.
Langsung saja saya klik dan kami mulai mengenalkan diri masing-masing. Singkat kata kami janjian ketemu besok di MATOS, dan dia bilang dia memakai kemeja putih, jaket hitam dan celana jeans. Besoknya kami ketemuan, saya kaget setengah mati. ternyata dia teman ayah saya. Gila..! langsung saja saya menghindar tapi keburu dia menyapa duluan, ya sudah terpaksa deh dengan muka tebal dan sedikit merah saya menyapa balik. Namanya Om Danu umur 37 tahun. Sebenarnya orangnya ganteng dan tubuhnya kekar. Karena setiap saya mengantar ayah saya main tenis, dia selalu ada di sana. Terlebih dadanya bidang, kulitnya putih, pokoknya seksi habis. Waktu melihat dia pertama kali, pandanganku tertuju pada bulu di dadanya yang tersembul di barisan 2 kancing kemeja yang dilepas. Tubuh saya bergetar dan kontol saya sedikit bangun. Apalagi sekarang berhadapan langsung sama orangnya. Wah... pokoknya tidak bisa dibayangkan deh. Saya jadi salah tingkah berada di hadapan Om Danu, antara bingung, takut dan tidak percaya bahwa Om Danu adalah yang chatting dengan saya semalam.

Awal obrolan, Om Danu menanyakan kabar ayah saya,
"Papa kamu kok tidak pernah Om liat lagi di lapangan tenis, Dit?"
"Eh... iya Om, belakangan ini papa saya lagi sibuk keluar kota," jawab saya sambil sedikit senyum.
"Ooo..." jawab Om Danu.
Tiba-tiba dia menyeletuk lagi,
"Kamu suka chatting di room #gim juga yah Dit...? padahal itu room khan khusus buat gay," belum sempet saya menjawab, dia nyeletuk lagi,
"Kamu gay juga tah Dit..?"
Tiba-tiba saja muka saya jadi merah dan rasanya mulut susah dibuka, karena terlalu syok mendengar kata-kata Om Danu. Tapi setelah menghela nafas, saya memberanikan diri menjawab,
"Iya Om… Sama kayak Om juga ya," kata saya sambil tersenyum.
"Oooohh..Benernya saya sudah menyangkanya dari waktu kita pertama kali ketemu..kok" kata Om Danu sambil tersenyum.

Karena di Matos terlalu ramai, jadi saya diajak Om Danu jalan-jalan. Di jalan kami sempat ngobrol berbagai macam hal dari kuliah sampai kerjaan sambil nonton TV di mobil. Saat Om Danu merubah channel TV, entah dia sengaja atau memang salah tekan tombol. Karena yang ketekan malah tombol AV dan langsung saja muncul adegan dua cowok gay yang sedang ML. Langsung saja mata saya setengah melotot melihat adegan syur yang ada di film itu. Tiba-tiba Om Danu memegang paha saya dan bilang, "Dit, kamu suka ya liat video itu..?"

Setelah beberapa menit kemudian saya jadi agak gelisah, karena alat vital di dalam celana saya mulai berontak ingin keluar.
"Dit, kenapa gelisah?"tanya Om Danu karena melihat saya yang salah tingkah
"Eh.. hmmm...nggak kok Om.." muka saya kelihatan merah dan bicaranya sedikit tersendat-sendat.
"Dit... kamu pernah ngelakuin yang kayak di film itu tidak?" tanya Om Danu sambil menghela nafasnya yang sedikit tidak teratur.
"Belum tuh Om... kenapa?",padahal jujur aku sering melakukan ML ama cowok sebayaku.
Saya tahu maksudnya tapi saya pura-pura tidak tahu saja.
"Pengen tidak kamu ngerasain yang kayak di film itu Dit..?".Tanya Om Danu sambil mulai mengelus bagian dalam paha saya.
Saya hanya bisa tersenyum saja karena masih sungkan sama Om Danu
"Hmmm.. mau Om ajarin..?" kata Om Danu semakin menggoda saya.
"Mau kan Dit..." Tangan Om Danu mulai memegang jendolan kontolku yang memang sudah tegang.

Dada saya jadi berdebar kencang, dan pikiran-pikiran kotor langsung mendarat di otak saya.Om Danu tersenyum melihat ke arah celana saya, "Dit... segitu saja kamu sudah nafsu, sini Om liat, kontol kamu gede apa tidak sih...?" Om Danu membuka resleting celana saya dan mulai mengelus kontol saya. Nikmat sekali rasanya, selama beberapa menit saya merasakan elusan Om Danu. Lalu dia menuntun tangan saya ke arah kontolnya yang mulai mengeras. Saya langsung membuka resleting celananya dan terlihatlah kontol Om Danu yang besar dan panjang. Tiba-tiba napsu birahi mulai menyelimuti kepala saya, dan sedikit demi sedikit kepala saya di arahkan ke bawah menuju batang kemaluan Om Danu. Dengan menjulurkan lidah, saya mulai menjilati dan mengulum batang kontol yang besar berurat itu. Sekilas saya melongok ke wajah Om Danu yang sedang asyik menikmati kuluman saya. Dia merasa melayang oleh aksi kuluman mulutku dan sesekali Om Danu kehilangan kendali atas mobilnya. "Dit.. kuluman kamu enak juga yah... Om suka Dit... hmmm... uhhmm..." Om Danu semakin kehilangan kendali, cepat-cepat saja dia pinggirkan mobil dan kebetulan tempat itu jarang dilalui orang dan agak gelap.

Setelah mobil berhenti, Om Danu langsung mengajak saya pindah ke kursi belakang dan membuka kaosnya. Permainan berlanjut kembali dan menjadi lebih hot. Kemudian saya remas dadanya yang bidang, sementara tangan kanan Om Danu memegang kepala saya, sambil sesekali menekan ke bawah, "Dit...enak.. hhhsss... terusin Dit... lebih dalem lagi..." Permainan mulutku semakin mengganas sehingga menimbulkan suara yang menambah birahi, "Cepok cepokk..."suara bibirku beradu dengan batang kemaluan penuh urat itu. Tiba-tiba Om Danu menghentikan permainan itu dan... "Dit... sekarang giliran kamu Om puasin.. hmmm..."

Sambil mengatur nafas, dia segera membuka celana jeans saya, lalu Om Danu mulai memainkan kontol saya sambil satu tangannya yang lain mengusap-usap lubang pantat saya dan satunya lagi memainkan putting dada saya. Saya menggelinjang-gelinjang keenakan akibat aksi kedua tangan dan kuluman Om Danu tersebut. Ketika lidah Om Danu mulai semakin liar menjelajahi setiap jengkal area sensitif saya, saya makin terkapar bagaikan tersengat listrik ribuan mega watt. Apalagi ketika lidah hangat Om Danu berputar putar menuju ke arah lubang pantat, ubun ubunku serasa membuncah dan aku makin melengkungkan tubuhku. Lama lidah itu berputar dan menjejali lubang sensitifku itu. Dan ketika ujung lidah itu menusuk nusuk lubang anus saya, saya menekan kepala Om Danu sambil berkata, "Hhmm... enak Om, lebih ke dalam lagi Om.. oooohh..." Rupanya Om Danu sudah tidak tahan lagi dan langsung saja dia menunggingkan pantat saya.

Tanpa komando lagi, batang kemaluan Om Danu yang penuh urat itupun langsung di arahkan ke lubang anusku. Hanya dengan sekali tekan, langsung "Bless..." kontol itu memasuki rongga anusku hampir separuh. Karena lubang anusku itu sudah dipenuhi oleh ludah Om Danu jadinya sangat gampang memasukkan setengah dari kontolnya ke dalam lubang kenikmatanku. Dan ketika seperempat kejantanan Om Danu masuk, saya sudah mengerang kesakitan bercampur nikmat, "Hhmm... ooohhh... Dit punya Om tidak muat di lubang boolmu yah....."
Sedikit demi sedikit saya turut mendorong pantat saya ke belakang, agar batang itu bisa menelusup masuk semuanya. Dan diimbangi sodokan pinggul Om Danu, akhirnya semuanya amblas masuk. Jeritan lirih spontan keluar dari mulutku, yang semakin lama terasa bagai erangan penuh kenikmatan. Dan mendengar eranganku itu, Om Danu semakin menjadi-jadi menyodokkan batang kontolnya lebih cepat dan dalam lagi.

Sambil memainkan buah dadaku, gerakkan Om Danu semakin mengganas. Dan tentu saja Om Danu yang sudah berpengalaman itu menjaga ritme goyangannya secara teratur agar akupun membalasnya dengan goyangan yang erotis. Tiba-tiba tubuh Om Danu menjadi kaku dan memperlambat gerakannya, dia pegangi pantat saya sambil menggerakkan kontolnya lebih masuk ke dalam, tetapi tiba tiba terdiam. Ternyata Om Danu hampir mencapai puncak nikmatnya,
"Oohhh... oohhh... Dit... hmmm...aku mau muncrat" erangnya.

Karena saya belum mencapai puncak, jadi saya suruh Om Danu menenangkan diri sebentar. Lalu setelah beberapa saat Om Danu mencabut kontolnya. Kini aku berbalik arah dan menyuruh Om Danu untuk merubah posisi jadi miring. Dan Om Danu menurut saja, selintas timbullah ide gila yang selama ini didamba-dambakan yaitu aku juga ingin memasuki lubang dubur Om Danu. Aku melumuri batang kontolku dengan ludah dulu agar lebih licin. Tanpa basa-basi langsung saja saya arahkan kepala kontolku dan mengambil ancang ancang untuk menancapkan ke lubang dubur Om Danu berawal kepala kontolku dulu. Tiba-tiba dia kaget, "Dit... kamu mau masukin lubang dubur Om yah!" Tanpa menghiraukan ucapan Om Danu, saya langsung masukkan kontol saya seluruhnya ke dalam lubang anus Om Danu. Memang, lingkar kontol saya tidak terlalu besar, namun panjangnya diatas panjang rata-rata.

Sesaat Om Danu terhenyak akibat ulah saya, karena kontol saya mentok dan menusuk ulu perutnya. Namun rupanya Om Danu begitu menikmati pergantian posisi ini. Saya mengeluarkan kontol saya dari lubang dubur Om Danu. Lalu dengan sekejap, saya hantamkan secara keras dan tiba-tiba. Akibat aksiku ini, mulut Om Danu mengerang dan mengeluarkan suara “Hekkkkk….pelan-pelan Dit. Sakit kalo keras seperti itu.”. Om Danu mencoba berontak dan berusaha melepaskan tusukan kontolku di lubang duburnya. Tapi aku berusaha menempel dan menusukkan kontolku lebih dalam lagi. Akhirnya dia mengerang pasrah. Setelang lubang dubur itu agak membesar dan terbiasa dengan ukuran kontol saya, kembali lagi saya mencoba menerobos masuk dengan hentakan yang keras sekerasnya.

Om Danu kembali mengerang, "Acchh... ooacchhh..." Kembali saya menghujamkan kontol panjang dengan penuh nafsu sambil memainkan dan memilin puting dadanya yang keras. Saya mengerang keenakan seakan-akan kemaluan saya ada yang menyedot dan menggenggam erat dari dalam, "Acchhh... achhh... enak Om...?" tanya saya.
"Enak Dit... occchh.. terusin saja...hantam lebih keras lagi"

Aku menuruti permintaanya, aku cabut dengan tiba tiba lalu aku hunjamkan dengan keras. Begitu berulang kali aku lakukan dan sampailah pada akhirnya dari dalam saya merasakan ada yang mau menerobos keluar. Badan saya bergetar dan keringat menetes. Otot otot terasa lebih kejang dan tubuh ini terasa melayang layang. Sementara batang kontol saya yang panjang itu terasa berkedut kedut dan langsung saja saya cabut. Om Danu membalikkan tubuhnya dan saya arahkan kemaluan saya ke mulut Om Danu.Sambil membuka mulut, dia terus mengocok kontolnya sendiri,
"Cepetan dong kamu keluarin Dit..arahin ke mulut Om yah",pinta Om Danu.
"Cproot... cproot.."bunyi kocokan terakhirku.
"Oocchhh... sedikit lagi Om.. hhuuu.. aghhhhh..."

Dan akhirnya puncak kenikmatan datang dan sperma hangatku menyembur masuk ke mulut Om Danu. Lalu saya kocok lebih keras lagi, hingga semprotan spremaku yang kedua keluar lebih keras, dan muncrat mengenai muka Om Danu. Om Danu terkaget, karena semprotan di mukanya ini. Untuk semburan spermaku yang kedua, mulai aku arahkan lagi ke mulut Om Danu. Tetesan demi tetesan sperma saya dijilati dan ditelan oleh Om Danu.

Rupanya Om Danu juga tidak mau kalah. Dia mendorong tubuhku hingga aku terjengkang ke kursi mobil. Lalu kakiku diangkatnya tinggi tinggi dan ditaruh di pundaknya. Rupanya Om Danu ingin mengakhiri aksi ini dengan menyodomiku kembali.
Aku yang baru saja ejakulasi, sekujur tubuhku melemas dan lebih sensitif. Terasa geli ketika batang kontol besar nan panjang dan berurat itu mulai diarahkan ke lubang pantatku kembali. Sekuat tenaga aku menahan rasa geli dan rasa sensitif ketika inchi demi inchi batang kontol itu menembus lubang anusku kembali. Keringat dinginku mengucur karena menahan rasa geli bercampur pegal.

Om Danu terlihat begitu nafsunya menyodok dan menghunjamkan batang kontol besar itu ke lubang anusku yang merapat karena rasa geli. Wajahnya nampak lebih garang dan beringas seolah ingin membalas dendam atas perlakuanku tadi terhadap lubang duburnya. Aku menggigit bibirku sambil menahan rasa geli yang teramat sangat. Namun sensasi yang aku rasakan sungguh luar biasa. Tak pernah sekalipun aku merasakan sensasi seperti ini, walaupun aku telah sering disodomi. Namun disodomi sesaat setelah aku ejakulasi, sungguh memberikan pengalaman yang tak pernah aku lupakan seumur hidup. Keringat Om Danu mulai menetesi dada dan mukaku, saat dengan penuh nafsunya terus memompa dan menggenjoti lubang anusku. Aku imbangi dengan meremas dan memilin dadanya.

Hingga akhirnya tubuh Om Danu bergetar hebat diiringi racauan penuh desisan dari mulutnya. Pertanda Om Danu akan mencapai klimaks aksi sodomi ini. Aku merapatkan pantatku hingga memberikan jepitan lebih erat lagi atas batang kontol Om Danu. Dengan diiringi teriakan “Ahhhhhhhhh…yessssssssssssss”. Kurasakan semburan sperma hangat memuncrat dari batang kontol Om Danu dan menyembur di dinding lubang anusku. Hentakan demi hentakan pinggul Om Danu mengiringi semprotan demi semprotan spermanya. Aku memeluk tubuhnya erat erat sambil menciumi bibirnya.
Akhirnya kami berdua berpelukan sambil saling pagutan hangat.
Sejak kejadian itu, Om Danu lebih sering mengajak ketemuan dengan saya di lapangan tennis. Sesekali dia minta diantar ke luar kota dengan alasan untuk mengikuti turnamen tennis. Padaha kami berdua cuma menikmati hubungan sejenis ini di kamar hotel.

Pak Kepala Desa,Lelaki Berbulu Pemuas Hasratku


Perkenalkan, namaku Kasno. Aku adalah seorang pemuda berumur 18 tahun. Aku tinggal di Desa Tenajar Lor, Indramayu.
Pengalamanku ini bermula sekitar dua tahun yang lalu saat aku baru bekerja di Balai Desa sebagai pembantu Pak Sumantri, kepala desa kami. Pak Sum orang pandai. Ia bergelar Drs. Sebenarnya ia berasal dari Jakarta, namun sudah menetap di desaku cukup lama. Pak Sum berkulit putih, wajahnya ganteng dan berkumis. Ia sangat baik kepadaku. Aku sangat senang.
Pada hari pertama aku bekerja, ia memintaku untuk mengurutnya di kamarnya di Balai Desa. Begitu sampai di kamarnya, ia memintaku untuk membukakan pakaiannya. Aku merasa aneh sekaligus malu. Namun kulakukan juga. Tubuhnya tegap dan atletis. Namun entah kenapa aku senang melihat dadanya yang berbulu lebat. Ia tersenyum kepadaku. Kemudian ia menyuruhku membukakan celananya sekalian.
Aku ragu-ragu untuk melakukannya, namun ia bilang bahwa kakinya pegal dan ingin dipijit juga. Aku berjongkok di hadapannya. Perlahan-lahan kulepaskan ikat pinggangnya. Aku merasa celananya begitu menonjol. Kemudian kutarik risleting celananya, kulepaskan celananya ke lantai dan.. aku sangat terkejut melihat kontolnya yang bukan hanya tampak menonjol melainkan sudah keluar dari celana dalamnya.
Kontolnya sangat besar dan panjang. Aku bahkan dapat melihat kepala kontolnya yang tampak mengkilat karena air mani. Aku berusaha untuk menahan kegugupanku. Kulihat ia tersenyum kepadaku. Kemudian kupersilakan ia untuk tiduran agar bisa kupijit. Kupijit bagian belakangnya. Ia memintaku untuk mengurut pantatnya. Kemudian ia membalikkan badannya memintaku untuk memijit dadanya juga.
Perlahan kupijit dadanya yang berbulu lebat. Ia memintaku untuk terus memijitnya ke bagian bawah. Aku sangat gugup. Aku merasa ia akan memintaku untuk memijit kontolnya. Namun untunglah tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu kamar. Rupanya Pak Marmo, Sekretaris Desa memberitahukan bahwa ada tamu yang menunggu Pak Sum di kantornya. Pak Sum tampak kecewa namun ia kemudian memakai pakaiannya kembali. Saat memakai celananya, ia meminta aku menarik risleting celananya. Tampaknya ia berusaha agar aku memperhatikan kontolnya yang ngaceng. Buru-buru kulakukan itu.
Ia tersenyum sambil berkata, "Enak betul pijitanmu Kas, besok lagi ya".
Aku hanya mengangguk sambil menarik napas lega. Keesokan malamnya, aku menonton televisi di Balai Desa. Sekitar pukul 10 malam, aku dibangunkan Pak Sum. Rupanya aku ketiduran di depan televisi. Lalu Pak Sum menyuruhku agar pindah tidur di kamarnya. Lantaran sudah mengantuk, aku menurutinya. Sekitar tengah malam, Pak Sum membangunkanku. Aku terkejut melihatnya. Ia sudah telanjang, hanya mengenakan celana dalam. Kemudian ia membuka celana dalamnya dan memperlihatkan kontolnya kepadaku.
Aku terkesiap melihat kontolnya yang sangat besar, panjang dan berbulu lebat. Kemudian ia berusaha membuka bajuku. Aku berusaha menolak, namun ia terus memaksa. Akhirnya aku menyerah, kubiarkan ia membuka bajuku, bahkan kemudian celana panjangku. Ia tampak senang melihat celana dalamku, lalu kemudian mengelus dan meremasnya. Pak Sum kemudian menindih tubuhku. Dadanya yang berbulu lebat menindih dadaku. Ia kemudian mencumbu bibirku. Aku berusaha untuk menghindar namun ia terus melakukannya.
Aku menyerah, kubiarkan ia menciumi bibirku. Ciumannya sungguh menggebu-gebu. Mula-mula aku merasa risih, merasakan bibir dan kumisnya dibibirku. Lalu ia menciumi leherku, kemudian dada dan bahkan ketiakku. Aku merasa aneh namun aku diam saja. Ia terus menciumiku, perutku bahkan kemudian.. Celana dalamku. Aku terkejut ketika ia menciumi celana dalamku dengan penuh nafsu. Ia kemudian berusaha untuk membukanya.
Aku berusaha mencegahnya namun ia berkata, "Ayolah Kas, nggak apa-apa, kamu pasti suka" sambil terus memaksa.
Aku membiarkan ia membukanya. Ia tampak senang melihat kontolku. Ia menggenggam kontolku yang rupanya juga sudah ngaceng. Kemudian ia menciuminya. Astaga, tak bisa kupercaya melihatnya mencium dan menjilati kontolku dengan penuh nafsu. Mula-mula pelirku, kemudian terus naik ke batang kontolku. Akhirnya sampailah ia ke bagian kepala kontolku. Ia melirik ke arahku sambil tersenyum. Aku menahan nafas menanti apa yang akan dilakukannya. Kemudian ia menundukkan kepalanya dan.. Mencumbui kepala kontolku.
Aku tak bisa melukiskan betapa nikmat rasanya merasakan lidah dan bibirnya menjilat dan mencumbu kepala kontolku. Aku memejamkan mata, rasanya aku berada di awang-awang. Ia pun tampak sangat menikmatinya. Kemudian ia memasukkan batang kontolku ke dalam mulutnya. Ia menghisap dan mempermainkan batang kontolku di dalam mulutnya. Tanpa sadar aku mendesah penuh kenikmatan. Ia terus menghisap kontolku. Gerakannya bervariasi. Kadang-kadang lembut, kadang ia bahkan menggigitnya pelan-pelan. Aku sungguh merasa nikmat.
Kemudian akupun merasa kenikmatanku memuncak. Akhirnya aku mengeluarkan air maniku. Aku memejamkan mata. Kupikir Pak Sum akan berhenti menghisap kontolku. Namun ternyata ia terus menghisapnya. Bahkan ia terus menjilati kepala kontolku sampai benar-benar bersih dari air maniku. Akhirnya ia berhenti. Kemudian ia membaringkan tubuhnya disampingku.
Ia tersenyum sambil mengelus kepalaku dan berkata, "Bagaimana Kas, enak kan?" Aku hanya mengangguk.
Ia kemudian menindih tubuhku sambil berkata, "Mau lagi?"
Aku terdiam, tubuhku agak lemas. Namun ia terus merangsangku. Ia membimbing tanganku agar mengelus bulu dadanya. Kemudian ke kontolnya yang sangat besar itu. Dia menyuruhku untuk menggenggamnya. Aku merasa kontolku kembali gaceng. Kemudian ia memeluk dan membalikkan posisi kami sehingga kini akulah yang berada di atas tubuhnya. Ia menyuruhku untuk melakukan persis seperti yang dilakukannya kepadaku. Aku agak ragu untuk melakukannya.
Perlahan kutundukkan kepalaku, ia langsung mencumbu bibirku. Aku tak lagi menolak bahkan akulah yang kemudian dengan penuh nafsu menciumi bibirnya, lehernya terus ke dadanya yang berbulu lebat. Kuciumi dan kuelus dadanya juga ketiaknya. Tubuhnya sangat harum menggairahkan. Bahkan kujilati dan kuhisap puting susunya. Ia tampak terkejut sekaligus senang. Akhirnya aku sampai ke kontolnya. Kupegang kontolnya. Oohh.. Kontolnya sangat besar dan panjang. Panjangnya sekitar 25 cm diameternya sekitar 7 cm.
Kulihat kepala kontolnya sudah mengkilat karena basah oleh air maninya. Perlahan kudekatkan kepalaku untuk menciuminya, kemudian kucium dan kujilat dengan penuh nafsu. Pantas saja Pak Sum sangat ingin menciumi kontolku karena rasanya sangat nikmat. Kuciumi pelernya lalu naik ke atas, kuciumi bulu jembutnya yang halus kemudian batang kontolnya. Kepala kontolnya yang besar sungguh membuatku terangsang. Kujilati kepala kontolnya itu. Baunya benar-benar membuatku mabuk kepayang.
Kulihat Pak Sum memejamkan matanya karena merasakan nikmat. Kemudian aku menghisap kontolnya. Namun karena begitu besar dan panjang, mulutku hanya bisa menghisap sekitar separuh saja. Itupun mulutku terasa penuh karena ukuran kontolnya luar biasa besar. Kupermainkan kontolnya agar ia mengeluarkan air maninya. Namun ia memang luar biasa. Sesudah hampir satu jam pun ia belum juga mencapai puncak kenikmatan. Aku tak putus asa. Kuhisap terus kontolnya sambil menggenggam dan mempermainkan kontolnya.
Kemudian aku melepaskan hisapanku. Kupegang dan kudekatkan kontolku ke kontolnya. Kugesek-gesekkan kepala kontolnya dengan punyaku. Ia mendesah penuh kenikmatan. Lalu aku kembali menghisap kontolnya. Usahaku berhasil, tak lama kemudian ia mengerang lalu aku merasakan mulutku dibanjiri air maninya yang kental. Kuhisap dan kutelan air maninya. Rasanya agak sedikit asin tapi baunya sungguh membuatku mabuk kepayang. Kemudian kujilati kembali kepala kontolnya yang semakin basah karena air mani sampai bersih. Kemudian kubaringkan tubuhku disisinya.
Ia menatapku dan memujiku sambil berkata, "Kamu luar biasa, Kas".
Aku memejamkan mataku. Kupikir ia sudah lelah. Namun rupanya ia belum puas. Tangannya kembali mengarahkan tanganku agar memegang kontolnya. Astaga.. Ia memang luar biasa. Kontolnya masih tetap besar dan keras seperti semula. Kuremas kontolnya. Kemudian ia menyuruhku membalikkan badan dan menungging. Mula-mula aku tak mengerti apa yang akan dilakukannya.
Kemudian ia memegang pantatku lalu kurasakan ia menggesekkan kontolnya ke pantatku. Kurasakan kontolnya yang besar di pantatku dan aku merasa nikmat. Namun rupanya Pak Sum tidak hanya sekedar ingin menggesek-gesekkan kontolnya ke pantatku karena kemudian kurasakan ia berusaha memasukkannya ke anusku perlahan-lahan. Semula kupikir hal itu tidak mungkin karena kontolnya yang sangat besar. Namun aku salah. Ternyata kontolnya bisa masuk.
Lalu ia memelukku dan mengeluarmasukkan kontolnya persis seperti sedang mengentot. Mula-mula memang terasa sakit dan aneh. Namun kemudian ternyata rasanya nikmat dan aku menikmatinya. Aku sangat terangsang. Apalagi tangannya juga meraba-raba tubuhku dan meremas kontolku. Ia juga menciumi leherku sambil terus mengentotiku. Kurasakan ia mengguncang-guncang tubuhku semakin lama semakin cepat. Akhirnya ia mendesah, rupanya ia telah mencapai puncaknya. Kurasakan kali ini pantatku dibanjiri oleh air maninya. Namun ia tidak langsung berhenti. Ia masih terus mengentotiku selama beberapa menit. Kemudian akhirnya ia mencabut kontolnya lalu berkata..
"Ayo Kas, sekarang giliran kamu".
Aku terkejut, namun aku mengerti apa yang harus kulakukan. Ia menungging lalu kuarahkan kontolku ke pantatnya. Perlahan kumasukkan kontolku ke dalam anusnya. Mungkin karena kontolku lebih kecil, aku dapat memasukkannya lebih mudah. Kemudian aku mulai mengentotinya. Kupeluk badannya, kuelus dadanya yang berbulu lebat. Kuraba pula kontolnya. Ia sungguh luar biasa. Kontolnya masih tetap keras. Aku rasakan aku semakin terangsang. Kemudian aku merasa bahwa aku akan kembali mengeluarkan air mani. Benar saja. Tak lama kemudian aku mengeluarkannya didalam pantat Pak Sum. Aku tak kuat lagi. Kucabut kontolku. Tubuhku benar-benar lelah. Kubaringkan tubuhku. Ia kemudian berbaring di sisiku.
Ia berbisik, "Sudah capek Kas? Tidurlah. Ini sudah hampir pagi. Besok kita lanjutkan ya". Aku mengangguk.
Ia kemudian memelukku. Nikmat sekali merasakan dadanya yang berbulu lebat. Akupun tertidur dalam pelukannya. Sejak saat itu, setiap kami bisa berduaan, pasti kami menghabiskan waktu dengan berhubungan seks. Kami melakukannya di mana saja. Selain di kamarnya, kami juga melakukannya di kamar mandi, di mobilnya bahkan pernah di sebuah toko waktu Pak Sum mengajakku ke Jakarta. Ia ingin membelikanku pakaian.
Sewaktu aku sedang mencoba celana panjang baru di kamar ganti sebuah toko, ia masuk dan kemudian melihat aku sedang membuka celanaku. Lalu ia membuka celana dalamku dan menghisap kontolku. Aku terkejut dan sangat gugup namun ia terus melakukannya sampai aku membasahi mulutnya dengan air maniku. Sesudah itu bahkan ia juga menyuruhku menghisap kontolnya.
Begitulah kehidupan seksku dengan Pak Sum. Aku benar-benar berbahagia. Tak kusangka berhubungan seks dengan sesama lelaki dapat terasa begitu nikmat. Kami melakukannya tanpa mengenal waktu dan tak pernah merasa bosan. Ia sangat sayang kepadaku. Aku pun sangat mencintainya. Kami berjanji akan terus bersama, selamanya.

Pak Bambang Yang Ternyata Mau Memulai Duluan


Malam ini aku benar-benar tersiksa dengan hasratku yang semakin menggebu. Aku mulai mempreteli pakaianku sendiri lalu telentang di atas tempat tidurku dengan membentangkan kedua tanganku, sehingga milikku yang 14 cm bisa bergerak bebas. Aku memejamkan mata sambil perlahan mendesis-desis menyebutkan sebuah nama, Yusuf. Sudah lama aku berpisah dari dia. Why? Aku sendiri tidak tahu pasti, hanya saja dari gosip yang kudengar kabarnya dia mengejar-ngejar khayalannya untuk mendapatkan cowok yang tidak disunat alias uncut alias masih punya kulup atau apa lagi sebutannya. I don't care. Yang jelas aku sudah menjadi duda dari priaku sendiri dan malam ini aku sendirian dengan hasratku yang kian memuncak ingin mendapatkan kehangatan dari seorang lelaki. Oh, Mas Yusuf, look at me honey. Aku merindukanmu, mas. Dan biasanya dengan keadaan begini aku baru bisa tertidur setelah mengocoknya dan memuntahkan lavanya yang tidak senikmat di saat memadu kasih berdua dulu.
Pagi itu aku baru bangun jam tujuh. Untung hari Minggu. Rumah kontrakan yang kutempati agak terpencil dari rumah sekitarnya. Dengan masih telanjang bulat, aku dengan malas bangkit berdiri menghampiri remote TV, menyalakan siaran berita yang sudah hampir berakhir. Ya, aku terbiasa di rumah dengan hanya memakai celana dalam atau celana pendek saja. Itu karena hasratku yang sangat tinggi. Bahkan aku masih punya harapan jika saja tiba-tiba ada maling masuk atau orang kesasar sekalian saja aku akan mengajaknya untuk melakukan sex. Gila memang. Dan bayangan Yusuf selalu hadir di setiap sudut rumahku yang dipenuhi dengan foto-fotonya dan fotoku.
Aku menyalakan kompor gas, memanaskan air untuk minum. Lalu dengan malas aku berbaring lagi di atas tempat tidur. Remote TV kupencet-pencet terus tanpa tahu mana yang akan kutonton. Hampir semua stasiun TV menghadirkan kartun anak-anak. Uh.. Mas Yusuf. Sampai kapan aku harus dibayang-bayangi cintamu, mas. Aku ingin mencintai orang lain lagi. Aku meraih pena lalu kutuliskan di atas selembar kertas HVS. When will I feel your dick in my ass again? Kembali aku melamun menikmati siaran TV. Tanpa peduli dinginnya pagi, aku masih tetap telanjang di atas kasur. Lalu aku berbalik menatap langit-langit kamar yang bercat putih.
"Kring.." dering telepon membuyarkan lamunanku. Aku meraihnya.
"Siapa?" tanyaku dengan malas.
"Hai, Man. Kamu lagi ngapain sih? Baru bangun, ya?" suara di seberang terdengar sambil ketawa-ketawa.
"What's so funny? Cengengesan saja. Siapa nih?" aku mengomel.
"Aduh, masa lupa Man. Aku Bambang."
"Oh, Pak. Maaf. Dikirain siapa. Maaf sekali, Pak. Ada apa telpon pagi-pagi sekali." aku merubah posisi duduk di atas tempat tidur.
"Ngga papa kok. Pagi ini aku mau ngajak kamu jalan-jalan. Ada acara ngga?"
"Jalan-jalan..," aku berpikir sebentar, "Jam berapa, Pak?"
"Sekarang."
"Sekarang? Aduh, bagaimana nih Pak. Aku.. aku.."
"Ok, begini saja, sampai kapan aku harus menunggu di depan pintu rumah kamu?"
"Oh my god!" aku berteriak, "Sebentar, Pak."
Tanpa berpikir panjang, aku membanting gagang telepon. Lalu meraih handuk yang menggantung di paku, lalu melilitkannya di tubuhku sekenanya. Bergegas aku menghampiri pintu depan.
"Maaf, Pak. Masuk. Kenapa tidak ketuk pintu saja?"
Aku mempersilakan Pak Bambang duduk. Dia hanya tersenyum sambil menghampiri kursi depan. Dengan santai dia menatapku yang masih memegang gagang pintu dan bertelanjang dada.
"Kamu sedang apa, Man?" tanyanya sambil tetap mengumbar senyum.
"Euh.. maaf."
Aku baru sadar menutupkan pintu dan duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Pak Bambang. Dia itu sebenarnya tetanggaku yang tinggalnya beberapa rumah dari sini dan bekerja di sebuah BUMN. Dia kebetulan masih membujang di usianya yang hampir mencapai 40. Tanpa sadar aku duduk dengan membuka kakiku agak lebar sehingga dengan jelas dia bisa menyaksikan burung kecilku bernyanyi di pagi itu.
"Euu.. kamu.. sedang mandi, kan?" dia bertanya gugup sambil sesekali melirik ke arah burungku tadi, tetapi aku tidak memperhatikannya.
"Tidak. Sedang nonton TV, Pak."
"Eu.. lalu.. ah, tidak. Lupakan, ya."
Matanya kini tidak bisa memalingkan lagi dengan tatapannya yang terpaku pada burungku itu. Aku baru sadar. Tetapi dengan cepat, hadir pikiran jelekku. Aku ingin memperlihatkannya. Maka dengan perlahan burung di dalam handukku itu mulai mengeras dan mengacung-acung. Aku memerhatikan reaksinya.
"Pak. Mau ajak saya jalan-jalan kemana sih?"
Aku kini membuka lebih lebar lagi kakiku.
"Anu.. aku.. sa.. aduh.. kenapa sih?"
Dalam hati aku tertawa geli. Pak Bambang tampak menahan air liurnya. Tetapi tiba-tiba dia berdiri dan menghampiriku, lalu duduk di sampingku.
"Kau.. tolong buka handukmu."
Hah! Pak Bambang menyuruhku membukanya? Aku menatapnya lekat tidak percaya. Dia membalas menatapku, tetapi kemudian dia justru menjambak handukku dan mencampakkannya di atas lantai hingga aku kini aku telanjang kembali. Walau kaget, tetapi aku justru mempertontonkan batang kelaminku yang kata Mas Yusuf sangat indah.
"Oh.."
Dia merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Tangannya meraih batang kemaluanku sementara kaki kanannya menyilangkannya di atas kakiku. Aku kini benar-benar dalam kendalinya. Bau harum minyak wangi sepertinya membiusku untuk terus melayani dia.
Tiba-tiba, "Pak!" tanganku menahan tangannya yang hendak meraih batangku.
"Apa maksud semua ini?" aku menatapnya.
"Aku ingin menikmatinya, Man."
Tegukan air liurnya jelas terlihat.
"Maaf, Pak. Aku tidak mau melakukannya jika bukan karena cinta."
Aku berlagak menjual mahal. Padahal aku tahu sendiri kalau selama ini punya angan-angan cowok sejahat apapun kuperbolehkan menikmati tubuhku akibat rasa kesepian yang berkepanjangan.
"Kau tahu maksudku mengajakmu jalan-jalan?"
Aku menggeleng. Dia mendekatkan wajahnya di wajahku.
"Aku ingin mengatakan sesuatu. Aku.. mencintaimu sudah lama, Man."
Aku sekarang jadi tertunduk. Harus kukatakan apa lagi?
"Gimana, Man? Please. Aku sangat tergila-gila sama kamu."
Aku kembali mengingat-ingat usaha-usaha pendekatan dia kepadaku selama ini. Mengapa dia selalu mentraktirku makan siang saat jam istirahat. Kebetulan memang kantorku bersebelahan langsung dengan kantornya. Dia juga sering mengajak jalan bersama sekedar nonton atau shoping atau juga menikmati kesenangannya seperti aku main games di Matahari. Aku tersenyum. Lalu menatapnya penuh arti. Dia terlihat memasang wajah yang membuatku menjadi iba. Tanganku meraba selangkangannya yang rupanya sudah menegang dari tadi.
"Pak Bambang mencintaiku?"
Dia mengangguk. Tanpa diminta aku mendaratkan ciuman manisku di bibirnya. Dia hampir berteriak girang lalu merangkulku dan memelukku erat.
"Makasih, Man. Aku sudah mendambakan seperti ini tapi selalu gagal. Dan satu, aku belum pernah melakukan sex dengan siapa pun."
Aku tidak menghiraukan omongannya yang jelas aku menikmati pelukannya yang selalu kukhayalkan dan kudambakan.
"Wuing.." bunyi teko air di atas kompor gasku.
"Aduh, Pak. Aku sedang masak air. Sebentar, aku buatkan kopi dulu, ya!"
Dengan malas dia melepaskan pelukannya dan berkata, "Ya, ok. Tapi ngga usah kopinya."
Aku bangkit menghampiri handukku, tetapi setelah kupegang, aku memutuskan untuk telanjang saja pergi ke dapur mematikan kompor. Aku membuatkan segelas kopi dan membawakan makanan ringan yang selalu tersedia di rumahku. Oh, my god. Aku terbelalak menyaksikan Pak Bambang yang sudah telanjang bulat menghampiri pintu dan menguncinya. Saat dia berbalik aku semakin terbelalak menyaksikan indahnya tubuhnya. Untung saja kopi tidak sampai jatuh. Aku menaruhnya di atas meja. Tiba-tiba dia menerkamku seperti orang kehausan seks.
"Man. Lebih baik suguhi aku dengan cintamu."
Dia memelukku sambil berdiri. Tanpa dikomando lagi aku langsung menyambar bibirnya yang dihiasi kumis lebat di atasnya. Aku memagutnya dengan rakus begitu juga Pak Bambang. Tetapi gerakan dia terkesan dipaksakan dan aku mengerti untuk ukuran intensitas sexnya yang masih nihil. Dia kembali menjelajahi tubuhku dengan tangannya yang jahil. Wangi harum tubuhnya membuatku semakin terangsang dengan hebat. Dengan napas terengah-engah, dia memandangku sayu penuh kenikmatan.
"Man, tidur yuk?" pintanya sambil menatap manja.
"Gendong dong, Mas." jawabku.
Aku mulai berani memanggilnya Mas, yang terkesan mesra sekali. Sekali rengkuh, aku dibopongnya menghampiri tempat tidurku yang masih acak-acakan dan TV masih menghadirkan kartun anak. Dia mematikannya.
"Semalam habis ngapain, sayang?" tanyanya.
Dia mulai menindihku. Tanganku meraih bidang dadanya lalu mengusap-usap seluruh dada dan perutnya.
"Aku semalam tidur telanjang, Mas. Ingin digagahi." ujarku dengan jujur.
Dia tersenyum. Lalu menekankan senjata kejantanannya yang berukuran raksasa dan aku sangat menyukainya. Perlahan tubuhku bergerak menikmati tekanan senjatanya yang terasa nikmat.
"Man. Walau belum pernah melakukan tapi aku sering nonton film porno gay. Boleh aku lakukan sama kamu?" pintanya sambil menatapku dengan mimik wajah memohon.
Aku menganggukkan kepala sambil membenamkan wajahku di dadanya yang tercium harum sekali. Perlahan dia bangkit. Lalu mulai menciumi tubuhku sementara tangannya menjalari bagian tubuhku yang paling sensitif. Setelah puas, dia menghampiri bibirku. Kembali dia melumatnya dengan rakus. Tetapi saat itu tanganku sudah tidak tahan untuk meraih senjata ampuhnya yang selalu kuidamkan. Saat itu, dia melirik ke arah telpon yang disampingnya terdapat kertas HVS dengan tulisan yang cukup besar. When will I feel your dick in my ass again?
"Kamu mau sekarang, sayang?" dia membisikkannya.
Aku menatapnya tidak mengerti. Dia meraih kertas itu, dan kemudian baru aku tersenyum.
"Nanti saja, Mas. Aku masih ingin digagahi."
Dia kini mendekatkan kejantanannya di mulutku. Aku dengan sigap meraihnya lalu melahapnya. Cukup repot juga, batang kelamin yang berukuran sebesar itu kumasukkan hingga terasa susah sekali bernapas. Tanganku juga sibuk mulai mengocok kelaminku sendiri. Dia melenguh panjang menari-nari begitu erotis. Lama aku mengemut dan menyedot-nyedot senjatanya hingga aku merasa puas dan mulai mendorong tubuhnya. Aku bangkit berdiri dan mendorong dia rebah di atas tempat tidurku. Aku mengangkangi senjata besarnya yang tegak berdiri dan mulai membuka kakiku supaya batang kelaminnya bisa masuk di anusku. Dengan cepat aku meraih Citra lotion dan kulumuri barangnya, begitu juga pintu anusku. Lalu perlahan aku mengarahkan batang kejantanannya ke anusku.
"Oh.. " aku melenguh saat batangnya mulai memasuki anusku yang sudah tidak perawan lagi.
Ternyata tidak mampu begitu saja melancarkan senjata ampuhnya untuk masuk, bahkan terasa sakit. Perlahan lagi dan lagi hingga kini setengahnya yang masuk. Pak Bambang memegangi tubuhku supaya tidak limbung. Aku berhenti sebentar untuk menikmati kehadiran batang kejantanannya di anusku. Oh, indah sekali. Kembali aku menekan pantatku turun hingga mempunyai inisiatif untuk menekannya sekaligus.
"Awww.. uh.. oh.." aku menjerit saat senjatanya sudah masuk semua hingga ujung pangkalnya.
Besar juga sehingga terasa sesak anusku. Tanganku menjelajahi dadanya yang bidang dan pantatku mulai kugerakan naik turun perlahan.
"Ah.. indah. Nikmat sayang. Terus.." dia meracau.
Aku mulai mempercepat goyanganku hingga naikku agak tinggi.
"Uhh.." aku kembali melenguh lagi menikmati kenikmatan yang tiada tara yang belum pernah kudapatkan bahkan dari Yusuf sekalipun.
Tiba-tiba kedua tangan Pak Bambang memegangi pantatku lalu menaik-turunkan pantatku itu hingga terasa kenikmatan itu sampai ke ubun-ubun. Kelaminku yang sudah sangat tegang menikmati nikmatnya cinta. Pak Bambang mulai terasa berdenyut-denyut dan aku tahu saat itulah aku akan mencapai puncak kenikmatan. Seiring dengan semakin cepatnya gerakan yang dibuat tangan Pak Bambang begitu pula kelaminku semakin terkonsentrasi untuk ejakulasi.
Hingga akhirnya, "Ahh Bapak.. Mas.. Bambang.. Oh.."
Aku merebahkan tubuhku ke belakang saat semburan demi semburan bermuntahan di atas tubuh Pak Bambang hingga kulihat ada yang sampai rambutnya. Rupanya Pak Bambang tahu kalau saat itu aku tidak bisa berada di atas lagi karena tidak kuat lagi, maka dengan tidak mencabutnya dari anusku, dia merubah posisi menelantangkan tubuhku di atas tempat tidur, sementara dia menggoyang pinggulnya maju mundur dengan merentangkan kedua kakiku. Goyangannya semakin cepat sambil meracau.
"Fuck harder.. fuck.. oohh.."
Dia semakin bersemangat saat melihat usahaku untuk menggoyangkan pantat dan tersenyum melihatnya. Sambil melakukan gerakan maju mundur yang semakin cepat dia membisikkan sesuatu, "Man. Aku keluarin di dalam atau di luar?"
"Di dalam saja, Mas. Aku ingin merasakannya."
"Ok. Here you go.."
Dia memompanya semakin keras. Dan saat itu aku merasakan keringat tubuhnya sudah membanjiri tubuhnya. Dengan terengah-engah, di goyangan-goyangan akhir, dia menyeringai sambil menekankan pantatnya dalam-dalam ke dalam anusku.
"Aahh.. Hilman.. oohh.. sayangku." dia berteriak sangat keras.
Aku merasakan dan menikmati semburan kenikmatan yang dimuntahkan di dalam anusku. Terasa sangat banyak dan mungkin saja akan meluap hingga keluar.
"Ohh.. oh.. oh.." desahnya.
Terengah-engah dia mengangkangi tubuhku. Bergetar tangannya menahan berat tubuhnya supaya tidak menindihku. Tetapi aku justru menariknya, hingga kini sangat rapat dan memang berat dengan batang kejantanannya masih di dalam anusku. Aku menikmatinya dan terasa lengketnya air mani yang kusemburkan tadi di tubuhnya kini juga menghiasi tubuhku.
Lama aku dan dia menikmatinya hingga dia akhirnya menggulingkan tubuhnya di sampingku tanpa melepaskan senjata cintanya dari anusku. Aku yang melarangnya. Dia mendekapku erat. Lalu mebisikkan kata-kata cinta.
"Hilman. Pengalaman terindahku dan pertama yang pernah kunikmati. Aku dulu hanya bisa mengocok atau sama bantal guling sambil nonton film gay. Thanks ya."
Dia mengecupku mesra. Aku memeluknya.
"Mas Bambang. Sebenarnya aku masih trauma setelah putus sama pacarku dulu. Aku takut Mas Bambang akan meninggalkanku sama halnya dengan dia."
"Jangan berpikir begitu sayang. Aku tidak seperti itu. Kau tahu aku kenapa belum juga kawin? Atau aku tidak melakukan dengan cowok mana saja? Karena aku justru mencari orang yang benar-benar sesuai dengan kemauanku. Kau buktinya. I love you, honey."
Aku semakin mempererat pelukanku. Sementara batang kemaluan dia yang sudah mengecil kembali terasa lepas dari anusku. Ada semacam kekosongan kini yang tadi terisi dengan barang ampuhnya. Dan saat itu aku membisikkan untuk menikmati babak kedua yang ingin kunikmati lebih seru dari tadi. Aku memutuskan untuk memesan Pizza saja sebagai makan siang daripada harus keluar dari ruang tidurku. Hari itu, aku dan Pak Bambang melakukan sex hingga empat kali sampai tengah malam. Seperti makan siang, makan malam pun kita pesan yang sama. Pizza.
Sejak saat itu setiap hari kita melakukan sex dengan keinginan masing-masing yang menggebu. Aku sangat mencintai Pak Bambang. Dan kini bayangan Yusuf yang mencari cowok belum disunat mulai hilang. Aku tidak mau tahu lagi, apa dia kini sudah mendapatkannya atau belum. I don't care.

Sabtu, 14 April 2012

Ternyata Pak Rektorku Gay


Aku tidak tahu bagaimana semua ini berawal. Yang pasti, sejak aku merasakan adanya gejolak seks pada diriku, ketertarikanku bukannya tertuju pada perempuan, melainkan laki-laki. Anehnya, laki-laki impianku adalah laki-laki setengah baya atau lebih, kebapakan dan gemuk. Anehnya lagi, puncak gairahku bukan pada wajah melainkan ketiak. Ya, aku selalu membayangkan ketiak laki-laki berumuran 50 tahun.
Impian tentang ketiak laki-laki setengah limapuluh tahun itulah yang kemudian mengisi benakku jika birahi datang. Di sisi lain, aku masih takut setengah mati jika gairah misterius ini kuungkapkan. Akibatnya, selama ini aku hanya bisa mencari celah dengan cara melirik dan berharap bisa melihat ketiak itu pada setiap laki-laki yang memenuhi kriteria itu, berumuran 50-an tahun dan gemuk.
Aku simpan gairahku ini sejak aku merasa memiliki naluri seks, benar-benar penantian panjang yang tidak hanya menyiksa, melainkan juga menghadirkan frustasi bagiku. Selama itu pula keberanianku seperti lenyap ditelan bumi. Aku terus mencari cara agar bisa menemukan laki-laki dengan ketiak seperti yang aku impikan tetapi sekaligus menyimpan mimpi rahasia ini dari siapapun. Hingga suatu hari mimpi itu menjadi kenyataan.
Kisah itu terjadi ketika dimasa pertengahan kuliahku di sebuah perguruan tinggi bergengsi di Jawa. Aku memang salah satu yang beruntung bisa kuliah di sana.
Saat itu aku dan kawan-kawan mahasiswaku sedang menggarap sebuah kegiatan sosial yakni menggelar aksi pasar murah di sebuah daerah yang belum lama lalu tertimpa bencana banjir. Nah, sebagai anggota panitia inti aku ketiban tugas menghadap Rektor universitasku untuk meminta ijin dan bantuan sarana seperti kendaraan pengangkut dan berbagai peralatan yang kami butuhkan di lokasi nanti.
Ini bukan tugas yang mudah karena kesibukan rektor yang tidak pernah selesai itu. Tetapi aku juga bersemangat karena aku sungguh menyukai tampang rektorku ini. Meski tidak pernah bertatap muka secara dekat, tetapi dari berbagai kesempatan aku telah mengamati, rektorku adalah seorang pria setengah umur yang bagiku masuk daftar 'sangat seksi'. Siapa tahu aku bisa melihat sekilas ketiaknya ketika berbicara denganku nanti, pikirku berharap.
Masih pagi ketika kakiku menginjakkan kaki di lantai tiga gedung rektorat, tempat ruangan rektor berada. Dari sekretarisnya aku tahu, aku mendapat urutan ketiga menghadap rektorku. Okey, aku lalu merebahkan pantatku di ruang tunggu. Setelah sekitar 30 menit menunggu, perempuan yang tampak anggun di usianya yang aku taksir sekitar 35 tahun itu memanggilku dan menyuruhku masuk.
Aku segera masuk ke ruangan ber-AC. Pak Rektor masih sibuk menandatangani menandatangani beberapa berkas.
"Silakan duduk, Mas," katanya tanpa memandangku.
Tampaknya, mahasiswa memang selalu tidak menarik baginya. Tetapi beberapa menit kemudian aku sadar aku telah keliru menilai rektorku.
"Apa yang bisa saya Bantu nih," katanya santai, sembari bangkit dari kursi putarnya.
Dadaku makin bergemuruh. Beberapa menit kemudian, sosok yang kukagumi itu sudah berada hanya sekitar 50 centimeter di depanku. Sungguh membuatku terkesiap.
Hari itu beliau mengenakan kemeja putih lengan panjang, berdasi dan bawahan gelap. Wajahnya kebapakan, dadanya menyembul indah dibalik kemeja putihnya, membangun komposisi yang begitu eksotik berpadu dengan perutnya yang meski menyembul tetapi tidak cukup gemuk. Lengannya besar dan tampak kuat dengan bulu-bulu di lengannya yang sedikit terbuka.
"Okey, apa yang bisa bapak bantu? Bapak sedang tidak begitu sehat nih?" katanya kemudian. Pemakaian kata 'bapak' sungguh membuat andrenalinku mengalir cepat.
"Ini, Pak, saya mau meminta universitas membantu kami menggelar acara pasar murah.." aku lalu berceloteh menerangkan konsep acara dan rangkaian kegiatan yang bakal kami gelar, mirip salesman produk elektronik.
"Wah, bagus itu, membantu warga yang baru saja tertimpa musibah. Baik, apa yang dibutuhkan?" katanya.
Plong, langkah besar telah kucapai. Aku lalu menyodorkan proposal dan beliau segera menandatanganinya setelah membaca sekilas.
"Saya setuju, saya dukung," katanya.
Gol, tugasku telah mencapai targetnya. Tiba-tiba aku lihat dia memijit-mjit leher dengan tangan kirinya, menampakkan ada yang salah pada urat leher. Kesempatanku, pikirku setengah ngelantur.
"Ee, bapak sedang tak enak badan, apa yang sakit, Pak?" tanyaku setengah gemetar.
Kali ini otakku sudah dipenuhi fantasi mengenai orang ini. Aku berusaha memancingnya.
"Ini loh, leher saya kaku sekali, sepertinya bapak salah tidur nih," katanya sembari mengelus leher kirinya.
"Ngg, boleh saya pijit, Pak, siapa tahu akan membantu," kataku begitu saja.
Aku merasa sudah lepas kendali ketika mengucap kalimat itu.
"Oya, boleh, wah itu akan sangat membantu," katanya.
Kuletakkan map berisi proposal dan sejurus kemudian kedua tanganku sudah memijit leher ektorku yang gagah. Persentuhan kulit tanganku dan kulit leher Pak Rektor segera membuat hormon seks-ku tersentak.
"Wah, bapak kurang tidur, nih," kataku berusaha memecah sunyi.
"Iya nih, soalnya beberapa malam ini lembur baca laporan. Wah ini enak sekali," kata Pak Rektor sembari melepas dasinya.
Aku terkesiap karena Pak Rektor lalu membuka beberapa kancing kemejanya. Tanganku segera bergerak. Urutan jariku tidak lagi hanya terpusat pada sisi leher kirinya, melainkan bergerak ke arah depan dan pundak. Pak Rektor menengadah, kulihat matanya menutup, tanda merasakan keenakan. Tanganku lalu menuju ke dada atasnya.
"Wah, enak sekali ini, terus ya. Jangan kawatir, saya sudah bilang sekretaris saya tidak mau menerima tamu sampai siang nanti," katanya.
"Ngg, lebih baik kemeja Bapak dibuka ya," kataku setengah berharap.
Di luar dugaan, tanpa menunggu waktu Rektorku segera membuka kemeja. Kini tampaklah tubuh bapak yang seksi ini. Tanganku segera menyambutnya, jari-jariku bergerak ke arah dada, kembali ke leher, lalu ke dada dan semakin mendekat ke putingnya. Tiba-tiba kedua tanganku diraihnya dan aku diminta bergerak hingga berhadapan dengan wajah rektor.
"Mau nggak adik mencium Bapak?" katanya.
Meski kaget, tetapi aku tidak boleh menyiakan kesempatan. Tanpa menunggu waktu, aku segera mendaratkan hidungku ke pipinya, lalu ke bibir Pak rektor. Ahh, luar biasa. Aku merasa sekujur tubuhku seperti kena setrum tegangan tinggi. Aku terus menciumi wajahnya, lalu leher, lalu pundaknya, lalu dadanya. Erangan lirih bergumam dari mulut rektorku. Kini dia tersandar pasrah di kursi panjangnya.
"Pak, saya ingin mencium ketiak Bapak," kataku meminta.
"Lakukan, lakukan sekarang," kata Pak Rektor.
Sekejab kemudian aku daratkan mulutku pada bagian atas lengannya. Aku tidak mau terburu-buru. Sembari mengangkat lengan kirinya dengan tangan kananku, aku terus menciumi lengan Rektorku, semakin dekat ke arah ketiak. Hingga lengan itu benar-benar terbuka.
Kulihat bulu-bulu itu merekah, wow, luar biasa. Darahku terkesiap. Pertama-tama aku ciumi ketiak itu dengan hidungku. Bau parfum lembut menyapa indra pembauanku, bercampur dengan bau keringat laki-laki.
"Oh, Pak Rektor. Anda seksi sekali," kataku.
Kini lidahku menyapu ketiaknya, membuat bulu-bulu rimbun itu basah. Sementara tangan kiriku terus meremas ketiak kirinya.
"Oughh.. Oughh.. Terus, Nak, terus, Bapak senang.. Ougghh, nikmat sekali," desah Rektorku tercinta itu.
Mmm, tanpa basa-basi lagi, aku lepas ikat pinggangnya, lalu kait celana, lalu aku pelorotkan. Wow, batang itu telah sekeras batu. Aku lalu melepas celana dalam rektorku. "Lakukan, nak, lakukan, bapak sungguh menikmatinya," kata dia.
Kami berlumat bibir kembali, lalu aku jilati lehernya, lalu dadanya. Aku sedot puting susunya hingga Pak rektor mengaduh. Lidahku terus bergerak, kini ketiak kanannya aku jilati, sementara tangan kananku meremas-remas bulu ketiak kirinya. Lalu sebalinya, aku lumat ketiak kirinya dengan lidahku hingga mengkilap-kilap karena basah. Lalu perutnya aku jilati, bulu halus di sana membuat kontolku sangat kencang karena birahi.
Kini wajahku berada diantara dua kakinya. Kontol itu aku ciumi, jembutnya aku jilati. Perutnya yang membuncit seksi aku remas. Sementara tangan kiriku terus meremasi ketiak kanannya.
"Ouugghh.. Pakk, oughh.. Pak, bapak benar-benar seksi, ketiak bapak ougghh..," kataku sebelum mulutku telah dipenuhi batang kontolnya yang sudah sangat keras.
"Lakukan sekarang, lakukan sekarang.. Oughh," kata Rektorku sembari bangkir dan membalikkan badannya.
Kini pantatnya ada di depanku. Kedua tangannya memegangi sandaran kursi. Aku lalu melepas celanaku. Lalu menggosok-gosokkannya pada pantat rektorku yang putih bersih. Tanganku terus sibuk meremasi ketiak dan dadanya yang gembul. Sejurus kemudian kontolku sudah masuk ke lubang itu.
"Arrhhgg.. Aghh. Aggrrhh.." teriak rektorku lirih.
"Oooh, nikmat sekali, ayo digenjot, Bapak sudah tidak tahan nihh," katanya.
Aku langsung menekan kontolku. Beberapa menit kemudian aku sudah mengentot rektorku yangs eksi. Aku menggenjotnya, tarik-tekan-tarik-tekan.. Ougghh.. luar biasa nikmat.
"Ougghh.. Pak.. Saya sudah tidak tahan.. Ougghh..," kataku dan air maniku sudah siap menyembur.
Tanganku kananku segera menyusup mencari ketiaknya, tangan kiriku meraih puting kirinya dan.
"Aaargghh.. Pak, saya keluar.. Ougghh," desahku sembari mengejangkan badanku menikmati sejuta pesona puncak ini.
"Ouugghh.. " rektorku balas mendesah.
Sesaat kemudian rektorku membalikkan badan. Kontolnya yang sudah sangat tegang seperti roket yang siap diluncurkan. Wajahku ditariknya, dibenamkan untuk menjilati kontolnya yang terus dikocoknya. Aku jilati kontol itu sementara tangan kananku terus mengocoknya.
"Aagrrghh.. Ougghh.. Enak sekali.. Uuugghh.. " jeritnya.
Gerakan mengocok itu semakin kukencangkan, sementara mulutku terus melumat pucuk kontolnya yang merah membara. Tangan kiriku meremas-remas puting kirinya.
"Ouugghh.. Bapak mau keluar, awas, bapak mau keluarr," katanya sembari mengejang.
Benar saja, beberapa detik kemudian cairan putih menyembur ke wajahku, memuncrati seluruh wajahku hingga kuyup.
"Ouugghh.. Nikmaat.. Nikmaat sekali..," ujar Pak rektor di akhir ereksinya.
Kami lalu berangkulan. Aku masih menciumi dada dan ketiaknya. Lalu kami berciuman.
"Bapak, jangan dicukur rambut ketiaknya ya, oh, bapak ini seksi sekali," kataku.
"Tenang saja, ketiak bapak milikmu, bapak tidak akan mencukurnya. Bapak senang kamu menciuminya," katanya sembari mendaratkan ciuman ke mulut. Kami berpagutan lagi.
"Jangan bilang siapapun. Ini hanya antara kita, okey. Bapak senang sama kamu, kami juga sangat seksi dan pandai menyenangkan saya. Bapak akan calling kamu nanti untuk ketemu, okey," kata Rektorku.
Aku tertawa senang lalu menghadiahinya dengan ciuman di bibir. Setelah kembali berpakaian dan membersihkan bekas pertempuran kami, aku meminta pamit kembali ke kampus. Aku melangkah keluar ruang rektorku seperti melayang. Dia tidak hanya seorang rektor, melainkan laki-laki impian yang tiba-tiba hadir begitu saja, menjawab semua mimpi, membuatnya nyata dan mengajakku terbang ke langit tujuh.
Sejak itu aku dan rektorku sering membuat janji bertemu di hotel atau tempat tertentu. Setiap kali bertemu, ketiaknya adalah bagian yang paling aku gemari. Aku ciumi, jilati dan terus jilati. Kami sungguh menikmati semua itu sebagai dua orang pecinta. Hingga aku lulus dan kemudian bekerja di kota yang lain.
Sejak itu pula kami jarang bertemu, rektorku sendiri ditarik ke Jakarta dan menjadi pejabat di Kementrian Pendidikan usai habis masa menjadi rektor yang hanya lima tahun itu. Lalu semuanya kembali seperti semula, dan aku terus memimpikan laki-laki berumur setengah abad atau lebih, gemuk dan ketiak yang lebat.
Hingga kisah ini aku tulis, mimpi itu terus menggema dalam ruang pikir dan setiap desah nafasku. Aku selalu berharap dan berharap, aku akan bertemu laki-laki setengah abad atau lebih tua, gemuk dan ketiak yang rimbun. Aku menginginkannya, terus memimpikkannya, hingga kini. Seandainya aku bertemu dengan laki-laki seperti itu, akan aku beri semuanya, semuanya.